Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Hukum melalui Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (Ditjen AHU) terus mensosialisasikan pentingnya penguatan pelaporan Beneficial Owner (BO) bagi seluruh badan usaha di Indonesia. Pasalnya, penguatan Beneficial Owner sebagaimana diatur dalam Perpres 13/2018 menjadi kunci untuk mencegah sebuah perusahaan menjadi alat pencucian uang.
Hal itu disampaikan Dirjen AHU Kementerian Hukum, Widodo saat menjadi narasumber dalam program Super Don, Super Opini yang dipersembahkan Super Zuper.
"Beneficial Ownership ini sesungguhnya sudah ada dasar hukumnya sejak 2018 yang lalu. Ini salah satu komitmen kita menjadi salah satu anggota FATF. Salah satu upaya organisasi internasional transparansi dalam pencucian uang," kata Dirjen AHU Kementerian Hukum, Widodo menjawab pertanyaan dua host Super Don, Super Opini yakni Don Bosco Selamun dan Donny de Keizer terkait urgensi penguatan Beneficial Ownership yang dilakukan Ditjen AHU Kementerian Hukum.
Menurut Widodo, negara-negara maju dan negara berkembang ke depan juga sudah menginginkan penguatan beneficial ownership.
"Dan dengan adanya Perpres tersebut kita sekarang wajib semua khususnya ekosistem berusaha melaporkan beneficial ownership," ujarnya.
Dirjen AHU lantas menjelaskan apa yang dimaksud dengan beneficial ownership.
"Orang yang dia sesungguhnya memiliki kewenangan untuk menggerakkan usahanya. Baik karena pengaruh kepemilikan sahamnya atau pengaruh kekuasaan atas perusahaan tersebut. Nah, itu yang dia kemudian menggerakkan dan mengarahkan perusahaan itu melakukan tindakan sesuai dengan kehendaknya," terangnya.
Dirjen AHU Kementerian Hukum, Widodo dalam program Super Don, Super Opini di Nusantara TV
Adapun alasan Ditjen AHU melakukan penguatan beneficial ownership dikarenakan dalam praktik yang berlangsung selama ini banyak perusahaan yang tidak mencantumkan nama beneficial ownership.
Widodo menekankan penguatan beneficial ownership merupakan bagian dari upaya mewujudkan Good Corporate Governance (GCG).
"Salah satu instrumen bagaimana menjaga ekosistem itu bisa berjalan dengan baik. Dan yang kedua, bagaimana juga di dalam GCG itu kan ada fairness, ada transparansi dan akuntabilitas dan ada responsibilitas. Nah, akuntabilitas ini penting. Bagi dunia internasional khususnya para investor. Sesungguhnya siapa sih pemilik dari perusahaan itu? Pemilik aslinya," tuturnya.
"Dan yang paling penting bagi negara adalah bagaimana transparansi dan akuntabilitas dia untuk membayar kewajibannya dalam bidang pajak," tandasnya.
Baca juga Kemenkum Luncurkan Sistem “Beneficial Ownership” untuk Berantas Kejahatan Keuangan
Baru 55% yang Melaporkan Beneficial Ownership
Dirjen AHU mengungkapkan sampai saat ini baru 55 persen dari total 3 juta badan usaha tercatat yang melaporkan beneficial ownershipnya. Sementara sisanya yang 45 persen saat ini sedang diblokir oleh AHU.
"Untuk mengkonfirmasi dia mengisi BO-nya," ungkapnya.
Widodo menyebut ada beberapa kemungkinan yang menyebabkan 45 persen badan usaha tersebut belum melaporkan BO-nya. Antara lain kemungkinan perusahaan tersebut tidak aktif, perusahaan baru dibentuk tapi didiamkan saja atau hanya nama saja.
Dirjen AHU Kementerian Hukum, Widodo bersama dua host program Super Don, Super Opini di Nusantara TV
Guna memaksimalkan peran pengawasan dan pencegahan penyalahgunaan badan usaha untuk melakukan pencucian uang, sistem administrasi badan hukum ini terkoneksi dengan kementerian lembaga dan aparat penegak hukum. Baik dengan KPK, Polri hingga Kejaksaan.
Indonesia sendiri dalam hal transparansi kini semakin dihargai internasional.
"Ke depan tentu ee karena kita sudah naik ranking tahun 2025 ini dihargai oleh internasional bagus progresnya dari di bawah 50 menjadi 55% sekarang. Sudah bagus. Sekarang ingin suruh diminta lagi up lagi. Nah, di up. Nah, tentu beberapa kementerian lembaga minta mereka ikut dalam proses verifikasi," ujarnya.
Dirjen AHU lebih lanjut menyampaikan proses pelaporan beneficial ownership sangat mudah dan cepat. Kementerian Hukum juga menyediakan aplikasi Beneficial Ownership Gateway yang memudahkan para badan usaha untuk melaporkan BO-nya secara online.
"Proses verifikasinya tidak lebih dari 2 3 hari," jelasnya.
Di akhir dialog Dirjen AHU mengimbau kepada 45 persen badan usaha yang melaporkan BO-nya untuk segera melapor. Ia menegaskan jika puluhan badan usaha tersebut tetap mengabaikan kewajiban untuk melaporkan BO-nya tidak tertutup kemungkinan dijatuhi sanksi berupa pembekuan atau pembubaran.
"Buat rekan-rekan pelaku usaha, baik pemegang saham, baik itu pengurus dan semuanya. Kami dari pihak Direktorat Jenderal AHU menginginkan agar teman-teman mencatatkan BO dari setiap perusahaan yang ada. Karena kalau tidak sampai sekarang kita blokir dan nanti tentu melalui kajian-kajian hukum kami beserta dengan kementerian lembaga lainnya bisa kita bekukan atau mungkin bisa kita bubarkan nanti badan hukumnya. Karena ini bagian kita untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan sekaligus juga tata kelola perusahaan yang baik atau good corporate governance," pungkasnya.
Dirjen AHU Kementerian Hukum, Widodo dalam program Super Don, Super Opini di Nusantara TV