Rehabilitasi Ira Puspadewi Dinilai Sinyal Positif, DEEP: Bukti Gagalnya Penegakan Hukum

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 27 Nov 2025, 08:53
thumbnail-author
Dedi
Penulis & Editor
Bagikan
Arsip. Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi (kiri) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (kanan) berjalan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025 . ANTARA FOTO/Hafidz Mu Arsip. Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi (kiri) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (kanan) berjalan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025 . ANTARA FOTO/Hafidz Mu (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Keputusan Presiden Prabowo Subianto yang memberikan rehabilitasi terhadap mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, disambut baik oleh Direktur Komunikasi Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Intelligence Research, Neni Nur Hayati.

Ia menilai langkah Presiden tersebut menjadi sinyal positif bagi pemulihan keadilan, sekaligus bukti nyata bahwa sistem peradilan di Indonesia telah gagal menjalankan penegakan hukum secara benar sehingga melahirkan kriminalisasi tanpa dasar yang kuat.

DEEP Indonesia mencatat gelombang besar kemarahan publik terhadap putusan pengadilan dalam kasus Ira. Berdasarkan analisis sentimen pemberitaan media dan percakapan di media sosial periode 19–24 November 2025, isu tersebut didominasi oleh 80% sentimen negatif, jauh lebih tinggi dibanding sentimen positif (14%) dan netral (6%).

Menurut DEEP, sentimen negatif tersebut bukan ditujukan untuk menyerang Ira Puspadewi secara personal, melainkan bentuk penolakan publik terhadap putusan hakim yang dianggap tidak logis dan mencederai rasa keadilan.

Baca Juga: Pesan Abadi Prof. Soemitro di Sekolah Pemikiran: Prof. Soedradjad & Fachry Ali Kupas Tuntas Warisan Intelektual

Publik mempertanyakan keadilan ketika terdakwa dijatuhi hukuman 4 tahun 6 bulan penjara, sementara ketua majelis hakim sendiri menyatakan “tidak terbukti memperkaya diri”. Adanya dissenting opinion yang mengusulkan vonis onslag (bebas) semakin memperkuat keraguan masyarakat terhadap konsistensi dan akuntabilitas peradilan tipikor.

Percakapan publik digital di platform X, Facebook, Instagram, TikTok, dan YouTube menunjukkan mayoritas menolak dan mengkritik putusan tersebut. Sentimen negatif yang mendominasi 53%–57% terutama pada platform diskusi seperti X dan Facebook dipandang sebagai konsensus sosial bahwa putusan itu bermasalah dan menimbulkan ketidakpercayaan mendalam terhadap sistem hukum.

Namun setelah Presiden Prabowo mengumumkan rehabilitasi, situasi berbalik signifikan. Analisis data yang ditarik pada 24–26 November 2025 pukul 15.40 WIB menunjukkan lonjakan sentimen positif menjadi 68%, sementara sentimen netral 4% dan negatif turun ke 28%.

Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Ira Puspadewi (tengah) mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2025). Sidang mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tersebut beragendakan <b>(Antara)</b> Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Ira Puspadewi (tengah) mendengarkan keterangan saksi saat sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (18/9/2025). Sidang mantan Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tersebut beragendakan (Antara)

DEEP menilai intervensi Presiden menciptakan pemulihan reputasi (reputation repair) secara cepat dan dramatis. Narasi keadilan yang dihadirkan eksekutif berhasil menenggelamkan narasi ketidakadilan yang sebelumnya mendominasi akibat putusan pengadilan.

Meski demikian, DEEP menegaskan bahwa kasus ini seharusnya menjadi pelajaran pahit bagi sistem peradilan Indonesia. Putusan sebelumnya dinilai mencerminkan kegagalan membedakan risiko bisnis dengan niat jahat (mens rea), karena seseorang dipidana atas dugaan memperkaya orang lain tanpa bukti niat memperkaya diri sendiri.

Kondisi ini menunjukkan kegagalan majelis hakim memahami prinsip Business Judgment Rule, di mana keputusan bisnis yang diambil dengan itikad baik tidak semestinya dipidana. Konsekuensinya, sebelum adanya rehabilitasi, putusan tersebut menimbulkan efek dingin (chilling effect) bagi direksi BUMN karena keputusan strategis yang berisiko dapat berujung pada kriminalisasi.

Baca Juga: Cak Imin: Terobosan Ekonomi Prabowo Berakar pada Pemikiran Soemitro Djojohadikusumo

Hal ini dianggap berpotensi membuat BUMN memilih strategi aman, menghindari inovasi, dan melemahkan daya saing nasional. DEEP mengapresiasi langkah cepat Presiden merespons tuntutan keadilan substantif dari publik, tetapi menegaskan bahwa rehabilitasi saja tidak cukup.

Reformasi struktural dinilai mendesak dilakukan untuk memperbaiki penegakan hukum, meningkatkan kompetensi hakim Tipikor terutama dalam memahami hukum korporasi dan prinsip Business Judgment Rule, memperjelas definisi mens rea dalam pemidanaan korporasi, serta menjamin perlindungan terhadap auditor dan whistleblower internal agar eksekutif tetap memiliki ruang untuk inovasi berisiko terukur tanpa takut kriminalisasi.

Bagi DEEP, rehabilitasi Ira Puspadewi adalah penegasan bahwa keadilan harus substantif, bukan sekadar prosedural. Namun fakta bahwa pemulihan keadilan harus diperoleh melalui intervensi Presiden, bukan dari mekanisme pengadilan yang independen sejak awal, menjadi bukti bahwa cacat mendalam masih menguasai sistem peradilan.

Tantangan berikutnya adalah memastikan bahwa keadilan tidak lagi memerlukan campur tangan ekstra konstitusional, tetapi hadir melalui putusan hakim yang adil, objektif, dan berbasis konteks.

x|close