Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menegaskan bahwa pemberian rehabilitasi dalam perkara korupsi terkait kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) pada periode 2019–2022 tidak akan berdampak pada proses penegakan hukum selanjutnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ia menjelaskan bahwa rehabilitasi tersebut merupakan hak subjektif Presiden.
“Karena itu prinsipnya tidak ada masalah. Tidak ada masalah dengan proses penegakan hukum selanjutnya, tidak akan berpengaruh apa pun,” ujar Supratman dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu.
Supratman menjelaskan bahwa rehabilitasi merupakan tindakan resmi negara untuk mengembalikan hak seseorang dalam kemampuan, kedudukan, harkat, dan martabat apabila yang bersangkutan pernah ditangkap, ditahan, dituntut, atau diadili tanpa dasar yang sah atau akibat kekeliruan hukum. Ia menegaskan bahwa rehabilitasi berbeda dengan abolisi maupun amnesti karena memiliki berbagai format.
Arsip. Terdakwa kasus dugaan korupsi di PT ASDP Indonesia Ferry, Ira Puspadewi (kiri) dan Harry Muhammad Adhi Caksono (kanan) berjalan usai menjalani sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis, 10 Juli 2025 . ANTARA FOTO/Hafidz Mu (Antara)
Misalnya, rehabilitasi otomatis yang dicantumkan dalam putusan bebas oleh hakim sebagai bentuk pemulihan dan kompensasi. Adapun rehabilitasi dalam perkara ASDP, kata dia, diberikan melalui hak prerogatif Presiden.
Tiga terpidana yang menerima rehabilitasi tersebut ialah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, serta Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono.
“Artinya dengan ini apa pertimbangan Bapak Presiden? Ya Bapak Presiden lah yang karena memang satu-satunya memiliki hak istimewa tersebut,” ucapnya.
Ia menambahkan bahwa kasus ASDP telah lama menjadi perhatian Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Setelah parlemen menyimpulkan pandangannya, DPR mengirim surat kepada Kementerian Hukum yang berisi sejumlah masukan terkait proses hukum kasus tersebut.
“Karena itu kemudian kami mengusulkan kepada Bapak Presiden untuk diberi rehabilitasi,” kata Supratman.
Baca Juga: Menkum: Pembebasan 3 Terdakwa Kasus ASDP Tunggu Salinan Keppres
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad mengumumkan bahwa Presiden Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga pihak yang terjerat perkara hukum ASDP. Pengumuman itu disampaikan bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Kantor Presiden, Jakarta, Selasa 25 November 2025.
“Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah ada hari ini, Presiden Republik Indonesia, Bapak Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” ujar Dasco.
Menurut Dasco, Presiden mempertimbangkan rangkaian komunikasi antara DPR dan pemerintah mengenai dinamika kasus yang muncul sejak Juli 2024, termasuk berbagai aspirasi dan pengaduan dari masyarakat. Dalam perkara tersebut, ketiga terpidana sebelumnya dijatuhi hukuman penjara antara 4 tahun hingga 4 tahun 6 bulan.
Ira Puspadewi divonis 4 tahun 6 bulan, sementara Yusuf Hadi dan Harry Muhammad masing-masing dijatuhi pidana 4 tahun. Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menyatakan ketiganya terbukti bersama-sama melakukan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara sebesar Rp1,25 triliun.
Selain pidana penjara, hakim juga menjatuhkan denda. Ira diwajibkan membayar denda Rp500 juta, subsider 3 bulan kurungan bila tidak dibayar, sementara Yusuf dan Harry masing-masing dikenai denda Rp250 juta dengan ketentuan subsider 3 bulan kurungan. Para terpidana dinyatakan melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber : Antara)
Menteri Hukum Supratman Andi Agtas (kedua dari kanan) dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu 26 November 2025. (ANTARA/HO-Kementerian Hukum RI) (Antara)