Ntvnews.id, Jakarta - Ekonom senior Prof. J. Soedradjat Djiwandono menyampaikan refleksi personal mengenai pesan moral dari Prof. Soemitro Djojohadikusumo di Sekolah Pemikiran seri pertama yang diselenggarakan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia mengungkapkan pesan yang menurutnya abadi dan masih layak menjadi pegangan bagi pejabat publik masa kini.
"Saya ingin memulai dengan mengingatkan kembali pesan yang menurut saya sangat kuat yang disampaikan profesor Soemitro pada waktu beliau menerima piagam penghargaan Hata, yang diberikan oleh pengurus Ikatan Sarjana ekonomi Indonesia pada waktu itu tahun 1980-an, beliau membuat suatu pesan yang untuk saya tidak pernah saya lupakan sampai sekarang," ungkap Djiwandono Sekolah Pemikiran Prof. Soemitro Djojohadikusumo di Kantor DPP PKB, Jakarta, Rabu, 26 November 2025.
Pesan itu, lanjutnya, menekankan bahwa jabatan tidak boleh menjadi alasan seseorang menuntut pujian.
"Kalau Anda sekalian memperoleh keuntungan untuk diberi pekerjaan ditempatkan di sesuatu ke posisi politik apapun itu apakah jadi menteri, apakah wakil menteri, apakah apakah wakil menteri, dirjen, duta besar, Bupati, gubernur dan sebagainya selalu berjanji kepada diri anda sendiri janganlah Anda berharap untuk selalu di terima kasih, dianggap Anda itu hebat jangan sampai Anda itu menuntut Terima kasih kan anda telah berjasa," tegasnya.
Baca Juga: Banom PKB BERANI Kumpulkan Tokoh Lintas Iman untuk Perkuat Indonesia Emas 2045
Ia menegaskan bahwa pesan tersebut masih relevan hingga kini.
"Ini itu tahun 85 sekarang masih terngiang di kuping saya kebetulan juga mengalami berbagai macam waktu untuk menjadi pejabat yang selalu merasa harus dihormati dan sebagainya," tuturnya.
Sekolah Pemikiran Prof. Soemitro (Istimewa)
Sementara itu, pengamat politik Fachry Ali memaparkan sudut pandang teoretis mengenai pemikiran ekonomi Soemitro. Ia menilai Soemitro adalah sosok yang menolak pemisahan total antara ilmu ekonomi dan disiplin sosial lainnya.
"Menurut saya mendorong Sumitro djojohadikusumo itu menolak pemikiran pemikiran ekonomi yang bersifat pure yang bersifat murni bahwa ekonomi yaitu adalah sains yang terpisah dengan ilmu-ilmu sosial," ujar Fachry.
Ia kemudian mengulas lebih jauh posisi Soemitro dalam dunia teori ekonomi.
"Walaupun ekonomi di economy is the queen of social sciences, tetapi para ekonom itu memandang tidak puas hanya dikatakan sebagai ratu dari gabungan susunan ilmu-ilmu sosial Sumitro menolak gagasan itu penolakannya itu berarti secara teoritis itu adalah penolakan terhadap gagasan the History of economics," katanya.
Baca Juga: PKB Sambut Positif Gelar Pahlawan Nasional untuk Gus Dur
Fachry menyebut bahwa ekonomi tanpa sejarah justru melemahkan konteks dan arah kebijakan.
"Jadi ekonomi yang kemudian berkembang ya sebagai sebuah pure science itu tadi itu berarti menghilangkan sejarah dalam konteks ekonomi atau menghilangkan konteks sejarah dari sebuah pemikiran ekonomi," ujarnya.
Lebih lanjut, Fachry menyinggung karya akademik Soemitro yang lahir jauh sebelum Indonesia merdeka.
"Nah inilah menurut saya mendorong Sumitro djojohadikusumo menyusun disertasi tentang kredit rakyat tadi telah disebut di masa dipresi Saya membaca disertasi Pak Sumitro djojohadikusumo ini setelah diterbitkan oleh lp3s di dalam bahasa Indonesia aslinya itu di dalam bahasa Belanda dan jangan lupa itu diselesaikan pada 1942. Jadi di indonesia belum ada pada waktu itu," tutupnya.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar / Cak Imin di Sekolah Pemikiran Prof. Soemitro Djojohadikusumo (NTVnews.id)