Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Sekretaris Ditjen Pembinaan Pelatihan Vokasi dan Produktivitas Kemenaker, Memey Meirita Handayani (MMH), terkait penggunaan uang hasil dugaan pemerasan dalam pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, pemeriksaan terhadap Memey Meirita dilakukan untuk mengonfirmasi penggunaan uang yang berasal dari dugaan tindak pemerasan tenaga kerja asing oleh tersangka Gatot Widiartono (GW).
“Terhadap saksi MMH, penyidik meminta konfirmasi mengenai penggunaan uang hasil dugaan tindak pemerasan TKA dari tersangka GW (Gatot Widiartono),” ujar Budi kepada wartawan di Jakarta, Senin, 13 Oktober 2025.
Baca Juga: KPK Dalami Proses Awal Jual Beli Lahan untuk Jalan Tol Trans Sumatera
Budi menjelaskan bahwa pemeriksaan terhadap Memey dilakukan pada Jumat, 10 Oktober 2025. Selain itu, dua saksi lain juga turut diperiksa pada hari yang sama, yakni AP selaku notaris dan AYM dari pihak swasta, terkait penyitaan sejumlah aset milik tersangka.
“Dalam pemeriksaan tersebut, saksi AP dan AYM didalami terkait 26 bidang aset tanah milik tersangka JS (Jamal Shodiqin) dan HY (Haryanto) yang disita di wilayah Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah,” tambahnya.
Sebelumnya, pada 5 Juni 2025, KPK mengumumkan delapan orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terkait pengurusan RPTKA di lingkungan Kemenaker. Mereka adalah aparatur sipil negara Kemenaker bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka dalam kurun waktu 2019–2024 atau selama masa kepemimpinan Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah, telah mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar dari praktik pemerasan terhadap pemohon RPTKA.
Baca Juga: Mentan Amran Cabut Izin 2.039 Kios Pupuk Subsidi Nakal, Rugikan Petani Rp6 Triliun
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan salah satu syarat wajib bagi tenaga kerja asing yang ingin bekerja di Indonesia. Tanpa dokumen tersebut, penerbitan izin kerja dan izin tinggal akan terhambat, sehingga TKA bisa dikenai denda hingga Rp1 juta per hari. Kondisi itu membuat sejumlah pihak terpaksa memberikan uang kepada para tersangka agar proses RPTKA mereka lancar.
Selain itu, KPK mengungkapkan dugaan praktik pemerasan dalam pengurusan RPTKA telah berlangsung sejak era Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Abdul Muhaimin Iskandar (2009–2014), kemudian berlanjut di masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga periode Ida Fauziyah (2019–2024).
KPK telah menahan delapan tersangka tersebut dalam dua tahap, yaitu empat tersangka pada 17 Juli 2025 dan empat tersangka lainnya pada 24 Juli 2025.
Baca Juga: Pramono Resmikan Pos Damkar Kebayoran Lama Utara Demi Tingkatkan Kesiapsiagaan
(Sumber: Antara)