KPK Dalami Proses Awal Jual Beli Lahan untuk Jalan Tol Trans Sumatera

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 12 Okt 2025, 21:17
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. ANTARA/Rio Feisal/am. Logo Komisi Pemberantasan Korupsi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. ANTARA/Rio Feisal/am. (Antara)

 

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami proses awal jual beli lahan untuk proyek Jalan Tol Trans Sumatera (JTTS) dalam penyidikan dugaan korupsi pengadaan lahan proyek tersebut pada tahun anggaran 2018–2020.

Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, pendalaman dilakukan melalui pemeriksaan empat saksi pada Kamis 9 oktober 2025, yakni tiga notaris Rudi Hartono, Genta Eranda, Ferry Irawan, serta seorang wiraswasta bernama Bastari.

“Semua saksi hadir, dan penyidik meminta keterangan bagaimana proses awal jual beli lahan. Kemudian saksi juga didalami terkait dugaan bahwa lahan telah dikondisikan oleh tersangka sejak awal, yaitu melakukan pembelian kepada pemilik lahan untuk dimaksudkan akan dijual kepada PT HK atau Hutama Karya (Persero),” ujar Budi di Jakarta, Minggu, 12 Oktober 2025.

KPK sebelumnya pada 13 Maret 2024 telah mengumumkan dimulainya penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pengadaan lahan proyek JTTS tahun anggaran 2018–2020. Dalam penyidikan tersebut, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yaitu mantan Direktur Utama PT Hutama Karya (Persero) Bintang Perbowo (BP), mantan Kepala Divisi di PT HK M. Rizal Sutjipto (RS), dan Komisaris PT Sanitarindo Tangsel Jaya (STJ) Iskandar Zulkarnaen (IZ). Selain itu, PT STJ juga ditetapkan sebagai tersangka korporasi.

Baca Juga: Tol Trans Sumatra Tersambung sampai Medan di 2031

Namun, Iskandar Zulkarnaen diketahui meninggal dunia pada 8 Agustus 2024, sehingga penyidikan terhadapnya dihentikan oleh KPK. Sementara itu, pada 6 Agustus 2025, lembaga antirasuah tersebut menahan Bintang Perbowo dan M. Rizal Sutjipto.

Pada hari yang sama, KPK juga mengumumkan hasil perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) RI, yang menyebutkan bahwa kerugian keuangan negara dalam kasus ini mencapai Rp205,14 miliar.

Rinciannya, sebesar Rp133,73 miliar berasal dari pembayaran PT Hutama Karya kepada PT STJ untuk lahan di Bakauheni, dan Rp71,41 miliar dari pembayaran untuk lahan di Kalianda, keduanya berlokasi di Provinsi Lampung.

(Sumber: Antara)

x|close