Raine Renaldi: Ekonomi Digital Indonesia Bisa Capai 2 Triliun Dolar Melalui DEFA

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Okt 2025, 18:11
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Raine Renaldi, Chief of Digital Asset Committee sekaligus Presiden Indonesia Chamber of Commerce & ID Opentech Group Raine Renaldi, Chief of Digital Asset Committee sekaligus Presiden Indonesia Chamber of Commerce & ID Opentech Group (Istimewa)

Ntvnews.id, Jakarta - Dubai - Indonesia berpotensi menggandakan nilai ekonominya menjadi sekitar 2 triliun dolar Amerika Serikat melalui implementasi penuh ASEAN Digital Economy Framework Agreement (DEFA) dan pertumbuhan ekonomi digital nasional.

Hal itu disampaikan oleh Raine Renaldi, Chief of Digital Asset Committee sekaligus Presiden Indonesia Chamber of Commerce & ID Opentech Group, dalam wawancara eksklusif di sela acara Expand North Star 2025, yang berlangsung di Dubai, Uni Emirat Arab, 12–14 Oktober 2025.

Menurut Raine, posisi Indonesia dalam peta ekonomi digital Asia Tenggara saat ini sangat strategis, karena menjadi pasar terbesar dengan populasi pengguna internet dan transaksi digital tertinggi di kawasan.

“Untuk ASEAN DEFA, Indonesia saat ini menjadi ekonomi digital terbesar di ASEAN. Alasannya karena populasi kita yang besar, dan jika sistem ini terealisasi penuh, ekonomi Indonesia diperkirakan bisa naik dua kali lipat, dari 1 triliun dolar menjadi sekitar 2 triliun dolar,” ujarnya.

Raine menilai, peran Indonesia dalam ekosistem DEFA akan sangat menentukan arah integrasi ekonomi digital di kawasan Asia Tenggara. Namun, ia menegaskan bahwa keberhasilan itu tidak hanya bergantung pada ukuran pasar, melainkan pada kemampuan pelaku industri nasional untuk menjadi pemain utama.

Baca Juga: Infografik: Publik Makin Melek Digital

“Tantangannya adalah apakah perusahaan-perusahaan Indonesia siap menjadi pemain utama, bukan hanya penerima,” katanya.

Menurutnya, banyak perusahaan dan startup teknologi Indonesia yang sebenarnya memiliki potensi besar untuk bersaing di tingkat global, terutama di sektor keuangan digital dan blockchain. Namun, potensi tersebut perlu diiringi dengan keberanian mengambil posisi strategis dalam rantai nilai ekonomi digital.

“Saya yakin banyak perusahaan teknologi Indonesia yang mampu menjadi pemain utama di dunia ekonomi digital ini,” tegasnya.

Dalam penjelasannya, Raine menyebut pentingnya peran kebijakan pemerintah dan dukungan investasi jangka panjang untuk memperkuat fondasi ekonomi digital nasional. Ia menilai, ekosistem digital yang sehat hanya bisa terwujud jika ada keseimbangan antara inovasi, regulasi, dan keberlanjutan bisnis.

“Kuncinya adalah bagaimana kita mendorong banyak startup digital, pertumbuhan investasi di sektor ekonomi digital, dan memastikan Indonesia dikenal bukan hanya sebagai market tapi juga sebagai player utama,” ujarnya.

Raine juga menjelaskan bahwa kehadiran Indonesia di Expand North Star 2025 bukan hanya sekadar untuk memperkenalkan potensi pasar, melainkan membangun posisi tawar strategis dalam percakapan global tentang masa depan ekonomi digital.

Acara tersebut mempertemukan ribuan pemimpin industri teknologi, investor, dan regulator dari berbagai negara. Indonesia, kata Raine, membawa semangat kolaborasi untuk memperkuat ekosistem digital ASEAN dan mempromosikan kesiapan sistem keuangan nasional yang semakin matang.

“Kita harus mulai menyiapkan produk dan solusi yang dibutuhkan oleh pasar global. Jangan sampai kita hanya menjadi pengguna, bukan pencipta,” katanya.

Raine menilai, inisiatif seperti Project Garuda — mata uang digital bank sentral (CBDC) Indonesia — menjadi contoh langkah konkret pemerintah dalam memperkuat fondasi ekonomi digital. Menurutnya, dengan sistem keuangan digital yang terintegrasi, Indonesia akan lebih mudah memanfaatkan peluang dari DEFA.

“Jika Indonesia sudah meluncurkan Project Garuda secara penuh dan sistem investasinya sudah mendukung pembayaran digital, peta ekonomi akan berubah,” ujar Raine.

Ia juga menyinggung soal pentingnya positioning Indonesia dalam persaingan regional. Menurutnya, setiap negara di ASEAN kini berlomba menjadi pusat ekonomi digital. Oleh karena itu, Indonesia harus menegaskan keunggulannya bukan hanya dari segi jumlah pengguna, tetapi juga dari sisi inovasi dan kepemimpinan teknologi.

“Setiap negara punya ciri khas — Indonesia dulu dikenal sebagai negara dengan friendly regulation dan friendly tax untuk crypto. Sekarang, saat dunia berlomba memberi ruang bagi perkembangan web3 dan crypto, kita perlu menjaga reputasi itu,” katanya.

Raine menambahkan, jika potensi ekonomi digital Indonesia dijaga dan terus didukung oleh pemerintah, maka negara ini berpeluang menjadi pemimpin regional dalam transformasi digital, bukan sekadar peserta.

“Indonesia sebenarnya sudah cukup maju. Jika potensi ini dijaga, diberi kesempatan, dan didukung pemerintah, saya yakin Indonesia akan menjadi salah satu negara paling siap di dunia ini,” ujarnya menutup wawancara.

Dengan potensi pasar, regulasi yang semakin matang, dan inovasi yang tumbuh pesat, Raine menilai Indonesia kini berada di titik penting dalam sejarah ekonomi digitalnya. Momentum ini, katanya, harus dimanfaatkan untuk memastikan Indonesia bukan hanya menjadi konsumen teknologi global, tetapi pencipta nilai yang diakui dunia.

x|close