Ntvnews.id, Jakarta - Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan bahwa Hakim Konstitusi Arsul Sani tidak terbukti melakukan pemalsuan ijazah doktoral, seperti isu yang belakangan ramai diperbincangkan. Putusan ini dibacakan pada sidang di Jakarta, Kamis, 11 Desember 2025, setelah MKMK melakukan rapat klarifikasi pada 20 Oktober 2025 yang kemudian diregistrasi oleh Sekretariat MKMK pada 7 November 2025.
"Hakim terduga (Arsul Sani) tidak terbukti melakukan pelanggaran terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam prinsip integritas dalam Sapta Karsa Hutama," ujar Ketua MKMK I Dewa Gede Palguna, sebagaimana termuat dalam laman resmi MK.
Dalam bagian pertimbangan hukum dan etika, Sekretaris MKMK Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa MKMK tidak memiliki kewenangan menentukan keaslian maupun keabsahan ijazah doktoral yang dimiliki Arsul. Meski demikian, ia mengakui bahwa keabsahan ijazah pendidikan jenjang doktoral merupakan salah satu unsur yang turut memengaruhi penilaian majelis dalam menentukan ada atau tidaknya pelanggaran terhadap Sapta Karsa Hutama.
Ridwan menegaskan bahwa MKMK tidak sedang memeriksa perkara berdasarkan unsur-unsur delik pemalsuan dokumen sebagaimana tercantum dalam KUHP. Namun, ia menyebut MKMK dapat “meminjam” ukuran unsur delik tersebut untuk menilai apakah tindakan Arsul bisa dikategorikan sebagai perbuatan tercela yang melanggar etik.
Baca Juga: MKMK Pastikan Suhartoyo Sah Menjabat Ketua MK 2023–2028
Dalam pemeriksaan temuan, MKMK meminta Arsul menunjukkan ijazahnya pada sidang Rabu 12 November 2025. Ridwan mengatakan Arsul memenuhi permintaan tersebut dan memperlihatkan dokumen yang dimaksud di hadapan majelis.
Ia menambahkan, MKMK memang tidak memiliki sumber daya untuk memverifikasi otentisitas sebuah dokumen secara teknis. Namun, kesediaan Arsul untuk memperlihatkan ijazahnya di hadapan majelis dipandang sebagai sikap kooperatif. Selain itu, MKMK turut menilai keterbukaan Arsul kepada publik melalui konferensi pers pada Senin 17 November 2025, di mana ia menjelaskan kronologi studi doktoralnya dan memperlihatkan ijazahnya.
MKMK juga mempertimbangkan keterangan Arsul terkait kehadirannya dalam upacara wisuda yang diselenggarakan kampusnya, Collegium Humanum Warsaw Management University, di Warsawa, Polandia, pada Maret 2023.
"Bahwa dokumen ijazah sebagai bukti kelulusan pendidikan doktoral hakim terduga yang diberikan oleh Collegium Humanum adalah dokumen bersifat otentik/asli. Dengan kata lain, dari perspektif dokumen ijazah sebagai objek persoalannya, Majelis Kehormatan tidak menemukan adanya pemalsuan dokumen berupa ijazah pendidikan doktoral yang dilakukan oleh hakim terduga maupun tindakan hakim terduga yang menggunakan dokumen palsu, seolah-olah asli/sejati untuk memenuhi persyaratan dalam mencalonkan diri sebagai hakim konstitusi," tutur Ridwan.
Baca Juga: Polda Metro Jaya Siapkan Gelar Perkara Khusus Kasus Dugaan Ijazah Palsu
Di sisi lain, anggota MKMK Yuliandri menyampaikan bahwa majelis menemukan fakta bahwa Arsul telah mengajukan penelitian disertasinya selama proses pendidikan doktoral. Bukti lain yang ditemukan adalah korespondensi bimbingan melalui e-mail antara Arsul dan supervisornya.
"Majelis Kehormatan tidak menemukan cukup bukti untuk meragukan proses penelitian yang dilakukan oleh hakim terduga dalam rangka memenuhi syarat kelulusan untuk meraih gelar doktor dari Collegium Humanum telah dilakukannya secara patut dan layak," kata Yuliandri.
Berdasarkan seluruh pertimbangan tersebut, MKMK menyimpulkan bahwa dalam konteks penegakan prinsip Sapta Karsa Hutama, Arsul Sani tidak terbukti melakukan perbuatan yang berkaitan dengan dugaan pemalsuan ijazah doktoral yang menjadi salah satu syarat pencalonannya sebagai hakim konstitusi.
(Sumber: Antara)
Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) I Dewa Gede Palguna membacakan putusan etik terkait dugaan ijazah doktoral palsu Hakim Konstitusi Arsul Sani di Ruang Sidang Panel MK, Jakarta, Kamis 11 Desember 2025. ANTARA/HO-Humas MK/Ifa (Antara)