Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan bahwa pemerintah tengah menjajaki peluang kerja sama dengan sejumlah negara untuk mendukung pembangunan proyek Giant Sea Wall atau tanggul laut raksasa di wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa.
"Yang jelas, pada akhirnya kita ingin yang terbaik untuk Indonesia, penyelamatan 50 juta masyarakat yang ada di sekitar Pantura ini benar-benar harus mendapatkan perhatian kita," ujar AHY di Kantor Menko Infra, Jakarta, Selasa, 21 Oktober 2025.
AHY menegaskan, proyek ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat pesisir dari ancaman alam, termasuk penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut yang kian mengkhawatirkan.
"Kondisi alam, tantangan geografis, sekaligus tantangan iklim ini sudah mendesak. Oleh karena itu, kami dengan Badan Otorita Pengelola Pantura Jawa akan terus berkolaborasi di lapangan. Tak hanya dalam konsep, tapi juga dalam eksekusinya di lapangan," tambahnya.
Ia mengakui, proyek tanggul laut raksasa tersebut akan memerlukan dana yang sangat besar, sehingga pemerintah membuka opsi pendanaan dari berbagai sumber, termasuk investasi asing.
"Proyek Giant Sea Wall membutuhkan investasi yang juga tidak kecil, dan tentu kita juga mempertimbangkan banyak hal. Kita bisa ber-partner dengan salah satu negara atau bisa dengan sejumlah negara. Ini terus kita jajaki," ungkapnya.
Sebelumnya, AHY sempat menegaskan bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tidak dapat sepenuhnya menanggung biaya pembangunan proyek berskala besar tersebut.
"Yang paling penting adalah skema pembiayaannya harus kredibel, karena ini besar sekali, tidak mungkin kita mengandalkan APBN. Fiskal kita selalu ada batas dan ada prioritas yang harus dipenuhi," ujarnya pada akhir September 2025.
Presiden Prabowo Subianto sendiri memperkirakan biaya pembangunan Giant Sea Wall mencapai USD 80 miliar atau sekitar Rp 1.341 triliun, dengan panjang tanggul mencapai 480 kilometer yang akan dibangun selama dua dekade.
"Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kami bersaksi di hadapan anda bahwa kami telah merasakan dampak langsung dari perubahan iklim, terutama ancaman kenaikan permukaan air laut," kata Prabowo dalam Sidang Umum PBB ke-80.
Ia menambahkan, permukaan laut di kawasan Pantura meningkat sekitar 5 sentimeter setiap tahun, sehingga proyek tanggul laut raksasa menjadi langkah strategis untuk menyelamatkan jutaan warga pesisir.
Baca Juga: Soal Utang Whoosh, AHY: Hadapi Tantangan Serius, Harus Kita Carikan Solusinya
"Bayangkannya dalam sepuluh tahun? Dalam dua puluh tahun? Untuk ini, kami terpaksa membangun tembok laut raksasa, sepanjang 480 kilometer. Ini mungkin akan memakan waktu 20 tahun, tetapi kami tidak punya pilihan. Kami harus mulai sekarang," tuturnya.
Pemerintah juga menawarkan peluang investasi proyek Giant Sea Wall kepada sejumlah negara, termasuk China, Korea Selatan, Jepang, dan beberapa negara Eropa. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut proyek ini sebagai salah satu program strategis nasional pemerintahan Presiden Prabowo.
“Jadi Giant Sea Wall itu menjadi program besar Pak Presiden, program unggulan, program andalan yang diharapkan bisa menyelamatkan masyarakat di pesisir terhadap perubahan cuaca, climate change,” kata Airlangga.
Menurut Airlangga, pendanaan proyek akan difokuskan melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), dengan pembagian fase pembangunan yang dapat diikuti oleh negara mitra.
“Fase-fase itu tentunya salah satu nanti akan ditawarkan ke beberapa negara termasuk China. Negara lain sudah juga ditawarkan seperti Korea, Jepang, negara Eropa,” ujarnya.
Dengan dukungan investasi global, proyek Giant Sea Wall diharapkan menjadi simbol ketahanan iklim nasional serta langkah konkret Indonesia dalam menghadapi ancaman perubahan iklim dan penurunan muka tanah di pesisir utara Jawa.