Ntvnews.id, Phnom Phen - Kamboja mengajukan permintaan kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengerahkan misi pencari fakta independen guna memverifikasi kondisi di lapangan di tengah memanasnya kembali konflik dengan Thailand.
Dilansir dari Anadolu, Jumat, 12 Desember 2025, permintaan itu disampaikan melalui surat resmi kepada Sekretaris Jenderal PBB, sebagaimana diungkapkan Kementerian Luar Negeri Kamboja pada Kamis, 11 Desember 2025.
Dalam surat tersebut, Sekjen Antonio Guterres diminta untuk “secara tegas mengecam agresi bersenjata Thailand yang tidak diprovokasi” terhadap Kamboja dan mendesak “penghentian segera semua serangan oleh Thailand.”
Phnom Penh juga meminta PBB menekan militer Thailand agar “menghentikan agresi bersenjata yang ilegal terhadap Kamboja, menghentikan upaya untuk menginvasi atau melanggar kedaulatan dan wilayah Kamboja melalui peta sepihak, serta sepenuhnya menghormati batas-batas yang diakui secara internasional dan instrumen hukum yang mengikat,” termasuk menghentikan “seluruh pelanggaran hukum humaniter internasional.”
Baca Juga: Tiga Warga Sipil Thailand Tewas, Konflik Bersenjata dengan Kamboja Kian Memanas
“Kamboja tetap berkomitmen pada dialog damai, diplomasi, dan penghormatan terhadap hukum internasional untuk melaksanakan sepenuhnya Perjanjian Gencatan Senjata dan Kesepakatan Damai Kuala Lumpur,” ujar Duta Besar Kamboja untuk PBB Keo Chhea, seperti dilaporkan Anadolu pada Jumat, 12 Desember 2025.
Surat tersebut dikirim saat bentrokan perbatasan memasuki hari keempat, dengan sedikitnya 22 orang dilaporkan tewas terdiri dari sembilan tentara Thailand, tiga warga sipil, serta sembilan warga sipil dan satu tentara Kamboja menurut laporan The Nation dan Khmer Times.
Arsip - Tentara Kamboja berjaga di kawasan perbatasan Oddar Meanchey, 29 Agustus 2025, di tengah gencatan senjata dengan Thailand menyusul konflik di perbatasan kedua negara. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa) (Antara)
Sekitar 120 tentara Thailand disebut mengalami luka-luka, sementara di pihak Kamboja sekitar 60 warga sipil turut terluka. Konflik ini juga menyebabkan lebih dari setengah juta orang mengungsi.
Pada Selasa, Perwakilan Tetap Thailand untuk PBB, Cherdchai Chaivaivid, mengirim surat kepada Sekjen PBB dan Dewan Keamanan, menuduh Kamboja melakukan “serangan militer berat dan tidak diprovokasi” terhadap wilayah Thailand. Surat itu menolak klaim bahwa Thailand memulai pertempuran dan menyebutnya sebagai “narasi palsu yang disebarkan secara sengaja.”
“Kami menyerukan kepada komunitas internasional untuk meminta Kamboja menghentikan seluruh tindakan permusuhan dan provokasi yang merugikan rakyat Thailand, mengganggu stabilitas perbatasan, dan berulang kali melanggar kedaulatan serta integritas wilayah Thailand,” tulis pernyataan tersebut.
Baca Juga: Thailand Lancarkan Serangan Udara degan Jet Tempur F-16 ke Pangkalan Militer Kamboja
Pada Rabu, Kamboja menarik seluruh delegasinya dari SEA Games ke-33 di Thailand dengan alasan keamanan, dan pihak berwenang kini tengah “mengumpulkan bukti” untuk kemungkinan membawa kasus ini ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) di Den Haag sebagai respons terhadap “agresi bersenjata Thailand terhadap kedaulatan dan integritas wilayah Kamboja.”
Kedua negara terus saling menuduh sebagai pihak yang memicu bentrokan, yang mereka nilai melanggar kesepakatan damai yang disepakati Oktober lalu di Kuala Lumpur di hadapan Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim.
Kamboja dan Thailand memiliki sejarah panjang perselisihan wilayah perbatasan yang kerap berujung pada baku tembak. Pada Juli lalu, sedikitnya 48 orang tewas dalam pertempuran serupa, dan sekitar 18 tentara Kamboja masih ditahan di Thailand akibat insiden dalam lima bulan terakhir.
Sejak Juli, kedua negara menutup perbatasan darat, membatasi mobilitas penduduk serta aktivitas perdagangan lintas batas.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional Kamboja, Letnan Jenderal Maly Socheata. (BBC)