Ntvnews.id, Bangkok - Industri pariwisata Thailand kini berada dalam kondisi siaga menghadapi potensi guncangan ekonomi akibat memanasnya kembali konflik dengan Kamboja. Situasi ini muncul tepat saat memasuki musim puncak wisata, periode yang biasanya menjadi tumpuan utama pendapatan negara.
Dilansir dari Khaosod, Jumat, 12 Desember 2025, para pelaku industri mulai memperingatkan potensi kerugian, sementara beberapa negara telah mengeluarkan imbauan perjalanan. Bentrokan di perbatasan memaksa penutupan pos perdagangan utama dan membuat warga di sejumlah distrik harus dievakuasi.
Kondisi tersebut dikhawatirkan tidak hanya menekan pendapatan wisata jangka pendek, tetapi juga merusak kepercayaan investor.
Perdana Menteri Thailand, Anutin Charnvirakul, menegaskan bahwa dirinya tidak akan membuka negosiasi dengan Kamboja. Sikap tegas ini mendapat dukungan kelompok nasionalis, namun justru memunculkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri karena eskalasi konflik meningkat saat sektor pariwisata seharusnya menikmati periode paling ramai.
Baca Juga: Kerja Keras Trump Diuji di Tengah Memanasnya Konflik Thailand–Kamboja dan Kongo
“Banjir dan bentrokan terjadi selama musim ramai, yang dapat memengaruhi keputusan wisatawan untuk berwisata ke Thailand,” jelas Kepala Ekonom Kiatnakin Phatra Financial Group, Phiphat Luengnaruemitchai.
Kamboja menyumbang 2 hingga 3% dari total ekspor Thailand, dan sekitar 70% di antaranya dikirim melalui jalur darat yang kini ditutup akibat konflik. Pusat Penelitian Kasikorn memperkirakan, jika bentrokan terus berlangsung hingga 2026, PDB Thailand berpotensi tertekan hingga 0,4%.
Warga sipil Kamboja meninggalkan rumah mereka di dekat perbatasan dengan Thailand untuk tempat penampungan yang aman di provinsi Siem Reap, Kamboja, Senin 8 Desember 2025. ANTARA/Xinhua/HO-Agence Kampucheaua Presse???????/aa. (Antara)
Dampak paling terasa dialami provinsi-provinsi perbatasan. Di Trat, yang memiliki tiga pulau wisata dengan tingkat hunian mencapai 90% pada Desember, operator mulai menerima pertanyaan dari wisatawan asing mengenai keamanan, terutama setelah Amerika Serikat mengeluarkan peringatan perjalanan dalam radius 50 km dari perbatasan.
“Kita harus menunggu hingga sekitar 20 Desember untuk mengukur dampak sebenarnya dari pembatalan,” ujar Penasihat Dewan Industri Pariwisata Trat, Saksit Mungkarn.
Otoritas Pariwisata Thailand memproyeksikan pendapatan Desember mencapai 4,89 miliar baht (lebih dari Rp 2 triliun) hanya dari tiga pulau tersebut.
Baca Juga: Erick Thohir Bersyukur Indonesia Mulai Panen Emas di SEA Games Thailand 2025
Di wilayah timur laut, para pelaku usaha kecil juga merasakan tekanan tambahan. Banyak dari mereka telah menimbun stok untuk perayaan tahun baru, namun kini mulai khawatir akan mengalami kerugian jika situasi tidak segera stabil. Ketua Kadin Timur Laut Thailand, Somchat Pongkapanakrai, menegaskan bahwa kondisi yang terjadi membuat pelaku usaha tidak tenang karena ketidakpastian yang tinggi.
“Kondisinya membuat pelaku usaha waswas,” ujar Somchat.
Sementara itu, sejumlah langkah bantuan untuk tujuh provinsi perbatasan mulai dari pengurangan pajak hingga stimulus wisata masih tertunda akibat pergantian pemerintahan dan krisis banjir yang baru-baru ini melanda Thailand.
Arsip - Tentara Kamboja berjaga di kawasan perbatasan Oddar Meanchey, 29 Agustus 2025, di tengah gencatan senjata dengan Thailand menyusul konflik di perbatasan kedua negara. (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/rwa) (Antara)