Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menegaskan citranya sebagai pemimpin paling pekerja keras sekaligus figur sentral dalam upaya meredakan konflik global.
Dalam unggahan di Truth Social pada Rabu, 10 Desember 2025, Trump menulis bahwa tidak ada presiden lain yang memiliki etos kerja sekeras dirinya. Ia juga menyebut telah menjalani berbagai pemeriksaan kesehatan dan tes kognitif beberapa kali dengan hasil yang menurutnya “sempurna”.
“TIdak pernah ada presiden yang bekerja sekeras saya! Jam kerja saya paling panjang, dan hasil kerja saya termasuk yang terbaik. Saya telah menghentikan delapan perang, menyelamatkan jutaan nyawa dalam prosesnya,” tulis Trump di Truth Social.
Klaim tersebut bukan kali pertama disampaikan. Trump berulang kali menyebut dirinya telah menyelesaikan delapan perang sejak kembali menjabat. Menurut laporan The Washington Post, pernyataan itu kerap digunakannya untuk memperkuat citra sebagai pencipta perdamaian dunia, bahkan untuk menopang ambisi menjadi kandidat Nobel Perdamaian.
Baca Juga: Trump Desak Ukraina Segera Gelar Pemilu
Namun, dua perjanjian damai yang dipromosikan Trump kini berada dalam posisi terancam di dua kawasan berbeda.
Konflik Thailand–Kamboja Kembali Meningkat
Di perbatasan Thailand–Kamboja, kekerasan kembali pecah pada 8 Desember 2025, meski sebelumnya kedua negara berkomitmen menjalankan perjanjian yang diperluas melalui mediasi yang dikaitkan dengan Trump pada Oktober lalu.
Mengutip Al Jazeera, bentrokan memasuki hari ketiga pada Rabu, 10 Desember 2025, ditandai serangan lintas batas dan serangan udara yang memaksa lebih dari setengah juta warga meninggalkan rumah mereka. Kedua pihak terus saling menuduh sebagai pemicu konflik yang telah menewaskan sedikitnya 13 tentara dan warga sipil selama sepekan terakhir.
Warga sipil Kamboja mengungsi dari rumah mereka di dekat perbatasan dengan Thailand di Provinsi Preah Vihear, Kamboja, Senin, 8 Desember 2025. ANTARA/Agence Kampuchea Presse/Handout via Xinhua/pri. (Antara)
Thailand melaporkan evakuasi warga terjadi di berbagai provinsi. Juru bicara Kementerian Pertahanan Thailand, Surasant Kongsiri, menyampaikan, “Lebih dari 400.000 orang telah dipindahkan ke tempat perlindungan yang aman.”
Dari pihak Kamboja, juru bicara Kementerian Pertahanan Nasional, Maly Socheata, mengatakan, “Sebanyak 101.229 orang telah dievakuasi ke tempat aman dan rumah kerabat di lima provinsi.”
Konflik Berkepanjangan di Kongo
Narasi perdamaian Trump juga mendapat tekanan dari situasi yang semakin memburuk di Republik Demokratik Kongo (RDK). Melansir Chimp Reports, kondisi di Kivu Selatan mencapai titik genting ketika koalisi AFC/M23 yang diduga mendapat dukungan Rwanda memasuki dan menguasai kota Uvira pada tengah malam, 10 Desember 2025.
“Pemberontak akhirnya tiba di sini,” ujar seorang warga setempat, menurut laporan Chimp Reports.
Baca Juga: Donald Trump: Kesepakatan Netflix-Warner Bros Berpotensi Timbulkan Masalah
Kejatuhan Uvira dianggap penting karena posisinya sebagai pusat perkotaan, komersial, dan administratif di tepi Danau Tanganyika serta menjadi jalur strategis menuju Burundi dan Tanzania. Pasukan pemerintah diketahui mundur dari beberapa posisi utama, sementara warga memilih mengungsi ke wilayah selatan dan perbatasan Burundi.
Data PBB menunjukkan sedikitnya 200 ribu orang telah mengungsi akibat serangan M23. Laporan terbaru mencatat 74 orang tewas sebagian besar warga sipil dan 83 orang lainnya terluka dalam beberapa hari terakhir.
Konflik antara Kongo dan Rwanda terus berlanjut meskipun sebelumnya kedua negara menandatangani Kesepakatan Damai Washington di hadapan Trump. The Washington Post menggarisbawahi bahwa perjanjian tersebut belum melibatkan seluruh aktor utama konflik, termasuk kelompok M23, sehingga celah kekerasan tetap terbuka.
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. ANTARA/Xinhua/Hu Yousong/aa. (Antara)