Ntvnews.id, Gaza - Hamas menyatakan kesiapannya untuk melakukan dialog nasional bersama seluruh faksi Palestina. Kelompok pejuang tersebut menuduh Israel memanfaatkan penderitaan kemanusiaan di Gaza sebagai alat tawar-menawar politik.
Dilansir dari Anadolu, Sabtu, 25 Oktober 2025, pernyataan ini disampaikan bertepatan dengan pertemuan antara delegasi Hamas dan Fatah di Kairo, yang dimediasi Mesir, untuk membahas fase kedua perjanjian gencatan senjata di Gaza dan masa depan wilayah tersebut.
Dalam wawancara dengan Anadolu, juru bicara Hamas, Hazem Qassem, menegaskan bahwa gerakan tersebut “menuju dialog nasional dengan hati terbuka dan mengulurkan tangan kepada Otoritas Palestina dan kekuatan nasional lainnya.” Ia menambahkan bahwa otoritas itu “adalah salah satu institusi Palestina yang tidak dapat diabaikan.”
Qassem juga menyerukan agar pihak berwenang “menyelaraskan diri dengan konsensus nasional yang berlaku di Gaza dan datang ke dialog dengan pikiran terbuka.”
“Ini adalah saatnya untuk persatuan nasional dan memprioritaskan kepentingan nasional di atas kepentingan partisan yang sempit,” ujar Qassem, seperti dikutip dari Anadolu, Sabtu, 25 Oktober 2025.
Baca Juga: Kelakar Trump Bakal Musnahkan Hamas, Jika...
Ia memperingatkan bahwa “periode saat ini berbahaya tidak hanya bagi Hamas, tetapi juga bagi seluruh rakyat Palestina di Gaza dan Tepi Barat.”
Qassem menegaskan kembali komitmen Hamas untuk melaksanakan perjanjian gencatan senjata Gaza “dalam semua detailnya,” serta mendesak para mediator untuk menekan Israel agar mematuhi seluruh ketentuan.
Ia mengungkapkan bahwa Hamas telah mengadakan “diskusi 24 jam untuk menyelesaikan perjanjian dan mengambil langkah-langkah lapangan yang signifikan untuk mengimplementasikan apa yang telah disepakati.”
Menurut Qassem, Hamas telah menerima jaminan tegas dari Turki, Mesir, Qatar, serta jaminan langsung dari Amerika Serikat bahwa “perang telah berakhir secara efektif” dan pelaksanaan perjanjian tersebut “merupakan penyelesaian penuhnya.”
Ia menambahkan bahwa tahap pertama perjanjian telah diselesaikan, dengan penyerahan tawanan hidup dan sejumlah jenazah, serta upaya lanjutan untuk menyerahkan sisanya.
Terkait tahap kedua, Qassem menjelaskan bahwa hal itu “memerlukan diskusi dan klarifikasi lebih lanjut dengan para mediator,” karena “tahap ini melibatkan isu-isu luas dan masalah kompleks yang membutuhkan pendekatan terperinci.”
Baca Juga: Hamas Siap Serahkan Kendali Gaza, tapi Syaratkan Solusi Dua Negara Berlaku
Ia menegaskan bahwa tujuan utama Hamas “adalah mencapai akhir yang tuntas dan abadi dari perang melawan rakyat Palestina di Jalur Gaza.”
Lebih lanjut, Qassem mengatakan Hamas terus memberi tahu para mediator mengenai pelanggaran Israel, termasuk pembunuhan 90 warga Palestina sejak gencatan senjata berlaku dan “penutupan perlintasan Rafah yang menghalangi bantuan kemanusiaan masuk secara memadai.”
Ia menuduh Israel menggunakan “kondisi kemanusiaan sebagai alat tawar-menawar politik,” praktik yang menurutnya “telah dilakukan Israel selama bertahun-tahun di bawah blokade Gaza.” Karena itu, Qassem menyerukan tindakan segera untuk membuka akses bantuan dan mencegah bencana kelaparan.
Fase pertama perjanjian gencatan senjata Gaza, yang terdiri atas 20 poin usulan Presiden Trump dan dicapai pada 10 Oktober, mencakup pembebasan sandera Israel sebagai imbalan atas tahanan Palestina. Kesepakatan itu juga memuat rencana pembangunan kembali Gaza serta pembentukan mekanisme pemerintahan baru tanpa melibatkan Hamas.
Sejak Oktober 2023, perang genosida yang dilancarkan Israel telah menewaskan lebih dari 68.200 warga Palestina dan melukai lebih dari 170.300 orang, menurut laporan Kementerian Kesehatan Gaza.
Ilustrasi - Anggota pasukan Brigade Al Qassam, sayap militer kelompok perlawanan Hamas Palestina. (ANTARA/Anadolu/as/am.) (Antara)