Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi Yudisial (KY) Setyawan Hartono mengusulkan agar persyaratan pencalonan hakim agung diperketat dengan menambahkan ketentuan administratif berupa rekam jejak bebas dari sanksi apa pun. Usulan tersebut disampaikan Setyawan yang juga menjabat sebagai Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim.
Gagasan tersebut disampaikan Setyawan dalam konferensi pers di Gedung KY, Jakarta, Selasa. Ia menilai pengetatan syarat penting untuk mendorong para hakim yang bercita-cita menjadi hakim agung agar sejak awal menjaga integritas dan menaati kode etik.
"Supaya hakim-hakim yang punya cita-cita jadi hakim agung itu sejak awal menghindarkan diri dari pelanggaran kode etik, persyaratan itu lebih diperberat lagi," kata dia.
Setyawan menjelaskan bahwa selama ini ketentuan administratif calon hakim agung hanya mensyaratkan tidak pernah dijatuhi sanksi pemberhentian sementara. Padahal, menurutnya, sanksi etik memiliki beragam tingkatan, termasuk sanksi sedang yang juga mencerminkan pelanggaran serius.
"Artinya, bukan hanya sanksi pemberhentian sementara yang menjadi hambatan untuk mencalonkan diri sebagai hakim agung, tapi paling tidak sanksi sedang pun sudah menjadi syarat administratif mencalonkan diri sebagai hakim agung," ucapnya.
Baca Juga: Rapat Paripurna DPR Sahkan 9 Hakim Agung dan 1 Hakim Ad Hoc HAM
Ia menilai usulan tersebut justru memberikan kepastian sejak awal bagi para calon. Sebab, dalam praktik seleksi selama ini, hakim yang tercatat pernah dikenai sanksi selain pemberhentian sementara umumnya tetap tersisih pada tahap penelusuran rekam jejak.
"Sehingga ini juga tidak akan merugikan para hakim yang mencalonkan diri karena sudah capek-capek, tapi dalam rekam jejak juga kalau pernah kena sanksi juga pasti kemungkinan besar akan tersisih," tuturnya.
Meski demikian, Setyawan menegaskan bahwa gagasan memperberat persyaratan calon hakim agung tersebut masih berupa usulan awal dan belum menjadi keputusan resmi. Usulan itu nantinya akan dibahas lebih lanjut dalam rapat pleno bersama seluruh anggota KY.
Sementara itu, anggota KY yang juga Ketua Bidang Rekrutmen Hakim, Andi Muhammad Asrun, mengungkapkan bahwa saat ini Mahkamah Agung (MA) masih mengalami kekosongan 10 posisi hakim agung dan hakim ad hoc.
"Kekurangan tahun 2025 adalah pertama, Kamar Pidana empat, Kamar Perdata satu, Kamar Agama tidak ada, Kamar TUN (tata usaha negara) untuk Pajak itu tiga. Kemudian, hakim ad hoc HAM di MA dua," rinci Asrun dalam kesempatan yang sama.
Berkaitan dengan kekosongan tersebut, Asrun menyampaikan bahwa KY berencana menyelenggarakan seleksi calon hakim agung dan hakim ad hoc di MA pada 2026. Ia menegaskan komitmen KY untuk memastikan proses seleksi berlangsung secara independen dan bebas dari intervensi pihak mana pun.
"Kebutuhan ini akan disurati oleh MA. Begitu surat masuk, kami proses. Jadi, kami menunggu permintaan dari MA untuk seleksi," jelas dia.
(Sumber: Antara)
Anggota Komisi Yudisial sekaligus Ketua Bidang Pencegahan dan Peningkatan Kapasitas Hakim Setyawan Hartono (kedua kiri) saat konferensi pers di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Selasa 23 Desember 2025. (ANTARA/Fath Putra Mulya) (Antara)