Calon Hakim Agung Suradi: Hukuman Mati Masih Dibutuhkan dalam Sistem Peradilan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 15 Sep 2025, 15:44
thumbnail-author
Irene Anggita
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Calon Hakim Agung untuk Kamar Pidana Suradi saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14/9/2025). Calon Hakim Agung untuk Kamar Pidana Suradi saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin (14/9/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Calon Hakim Agung Suradi menegaskan bahwa hukuman mati sebagai pidana khusus masih dibutuhkan dalam sistem hukum Indonesia. Pernyataan itu ia sampaikan saat menjawab pertanyaan anggota Komisi III DPR RI dalam uji kelayakan dan kepatutan di kompleks parlemen, Jakarta, Senin, 15 September 2025.

Menurut Suradi, hukuman mati berfungsi sebagai bentuk "shock therapy" bagi pelaku tindak kejahatan. Namun, ia menekankan bahwa sanksi paling berat itu hanya layak diberikan kepada pelaku yang benar-benar melakukan tindak pidana serius.

"Menurut saya itu pidana khusus ini memang sebagai jalan tengah untuk mengantisipasi, dalam hal tertentu memang masih perlu dijatuhkan," ujarnya.

Baca Juga: Calon Hakim Agung: Restorative Justice Bukan Sekadar Alternatif Pemidanaan

Sebagai calon Hakim Agung di Kamar Pidana, Suradi memaparkan bahwa aturan mengenai hukuman mati tetap termuat dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hanya saja, posisinya bukan lagi sebagai pidana pokok, melainkan digolongkan sebagai pidana khusus.

Ia juga mengutip ketentuan International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang masih memperbolehkan penerapan hukuman mati pada kejahatan yang dikategorikan most serious crime. Suradi mencontohkan, salah satunya adalah perbuatan mutilasi yang memisahkan bagian tubuh korban.

"Nah itu hukum pidana kita memberikan ruang, dalam arti memang pidana itu kan memang track pertama untuk melindungi masyarakat juga memenuhi perlindungan pada individu," jelasnya.

Baca Juga: DPR RI Dalami Sikap Calon Hakim Agung Soal Hukuman Mati untuk Sambo

Lebih lanjut, Suradi menjelaskan KUHP yang baru mengatur bahwa hukuman mati harus dijatuhkan dengan masa percobaan sepuluh tahun penjara. Dengan mekanisme ini, narapidana tetap menjalani pembinaan selama periode tersebut. Ia pun menyatakan persetujuannya terhadap konsep tersebut.

"Selama 10 tahun itu apakah yang bersangkutan baik apa tidak, kalau memang perbuatannya baik dan menyesali perbuatannya, ada kemungkinan untuk digeser dan diubah menjadi pidana seumur hidup," tutur pria yang sebelumnya menjabat sebagai Hakim Tinggi pada Badan Pengawasan Mahkamah Agung.

(Sumber: Antara)

x|close