Ntvnews.id, Jakarta - Badan Gizi Nasional (BGN) menegaskan bahwa Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tidak hanya dirancang untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat, tetapi juga diposisikan sebagai instrumen strategis negara dalam menekan angka kemiskinan, khususnya di wilayah perkotaan.
Program ini dinilai mampu menciptakan efek berganda melalui penciptaan lapangan kerja langsung maupun tidak langsung. Wakil Kepala BGN, Nanik Sudaryati Deyang, menyampaikan bahwa MBG membuka peluang kerja bagi masyarakat sekitar dapur Satuan Pemenuhan Pelayanan Gizi (SPPG).
Menurutnya, ketika program ini berjalan secara optimal, dampaknya tidak hanya dirasakan dari sisi penyerapan tenaga kerja, tetapi juga menjadi solusi struktural untuk persoalan kemiskinan di kota.
“Kalau ini terjadi, pengentasan kemiskinan di kota akan terjadi. Bukan hanya pembukaan lapangan pekerjaan, tapi sebetulnya Program MBG ini adalah jalan tol pengentasan kemiskinan," kata Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang di Kota Probolinggo, Jawa Timur, Jumat, 13 Desember 2025.
Dalam pelaksanaannya, setiap dapur MBG diwajibkan merekrut 47 warga lokal yang berdomisili di sekitar lokasi dapur. Para relawan ini menjalankan berbagai fungsi penting dalam rantai layanan MBG, mulai dari pencucian ompreng, penerimaan dan pembersihan bahan pangan, persiapan dan pemotongan bahan makanan, proses memasak, pengemasan porsi makanan, hingga distribusi ke sekolah-sekolah penerima manfaat.
Baca Juga: Kepala BGN: Dua Korban Masih Dirawat Intensif, SOP Sopir Diperketat
Baca Juga: Kepala BGN Minta SPPG Samakan Kualifikasi Pengemudi Pengantar MBG
BGN juga menegaskan perlindungan terhadap keberlanjutan pekerjaan para relawan dapur. Nanik menekankan bahwa meskipun terjadi penyesuaian atau pengurangan jumlah penerima manfaat MBG, SPPG tidak diperkenankan melakukan pemutusan kerja terhadap relawan yang telah direkrut. Kebijakan ini dimaksudkan untuk menjaga stabilitas penghasilan masyarakat yang bergantung pada program tersebut.
Tidak berhenti pada penciptaan kerja di dapur, MBG juga mendorong terbukanya lapangan usaha dan pekerjaan di sektor hulu, terutama penyediaan bahan baku pangan. Setiap SPPG membutuhkan pasokan dalam jumlah besar dan berkelanjutan, mulai dari buah-buahan hingga sumber protein seperti tempe, tahu, dan telur. Jika seluruh SPPG di suatu wilayah beroperasi penuh, kebutuhan ini akan menciptakan permintaan pasar yang signifikan.
“Jadi tidak usah berebut dapur, sekarang yang paling menggiurkan itu sebenarnya adalah menyiapkan bahan baku,” kata Nanik.
Menurut Nanik, tantangan kemiskinan di kawasan perkotaan berbeda dengan wilayah pedesaan. Keterbatasan lahan membuat solusi berbasis agraria sulit diterapkan, sehingga pendekatan paling realistis adalah membuka akses kerja seluas-luasnya bagi masyarakat. Dalam konteks inilah MBG hadir sebagai kebijakan yang menjawab kebutuhan tersebut.
Dengan memadukan aspek pemenuhan gizi dan pemberdayaan ekonomi, BGN menilai Program MBG mampu menjadi fondasi kebijakan sosial yang berkelanjutan. Melalui kerja di dapur maupun keterlibatan dalam rantai pasok pangan, masyarakat perkotaan didorong untuk tetap produktif, mandiri, dan memiliki sumber penghasilan yang lebih stabil.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik Sudaryati Deyang