Ntvnews.id, Jakarta - Meski belakangan dikoreksi pihak Istana waktu pelaksanaannya, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa sempat melontarkan wacana redenominasi atau penyederhanaan rupiah, dengan mengubah Rp1.000 menjadi Rp1.
Rencana Purbaya itu tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2025-2029.
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengingatkan Purbaya syarat awal redenominasi dilakukan. Hal itu, menurut Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah perlu dilakukan, agar kebijakan tersebut justru tak merugikan bangsa.
"Redenominasi itu menurut hemat saya memerlukan prasyarat. Pertama pastikan kestabilan pertumbuhan ekonomi kita. Aspek sosial, aspek politiknya," ujar Said kepada wartawan di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 November 2025.
Lalu, secara teknis pemerintah harus siap dengan kebijakan redenominasi rupiah. Jika aspek-aspek itu belum dilakukan, Said khawatir redenominasi rupiah justru berdampak negatif terhadap perekonomian RI, utamanya inflasi yang meningkat.
"Kalau semua itu belum, jangan coba-coba dilakukan redenominasi. Karena apa? Jangan dikira bahwa yang seakan-akan redenominasi itu sesuatu yang sekadar menghilangkan tiga nol di belakang, itu tidak menimbulkan dampak yang inflatoir," tuturnya.
"Dampak inflatoir akan luar biasa ketika dalam aspek pemerintah tidak siap," imbuh Said.
Dampak kenaikan harga barang dan jasa atau inflasi akibat dari redenominasi rupiah, menurut dia harus benar-benar diperhatikan.
"Harga Rp280 dibulatkan Rp300, maka inflatoirnya yang terjadi. Itu yang paling sangat menganggu kami di Badan Anggaran," jelasnya.
Said pun menegaskan, bahwa tak ada urgensi untuk melakukan redenominasi rupiah pada saat ini. Karenanya, penjelasan pihak pemerintah bahwa redenominasi baru akan dimulai pada tahun 2027, kata dia sudah tepat.
Walau begitu, kata politikus PDIP itu, jika jadi, pada tahun 2027 tersebut kebijakan redenominasi baru pada tahap pembahasan undang-undang (UU)-nya, bukan pemberlakuan.
"Urgensi tidak. Pada tingkat kebutuhan ke depan iya. Oleh karenanya, kalau itu 2027, pemerintah intensif melakukan sosialisasi ke masyarakat, punya pemahaman yang sama, baru persiapan internal pemerintah juga, baru itu dapat dilakukan pembahasan undang-undangnya, baru dilakukan di 2027," tandasnya.
Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah. (NTVNews.id)