Ntvnews.id, Jakarta - Sidang lanjutan perkara dugaan korupsi tata kelola minyak mentah digelar di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis, 16 Oktober 2025. Sidang beragendakan pembacaan eksepsi atau nota keberatan dari pihak terdakwa.
Para terdakwa antara lain Riva Siahaan selaku Direktur Pemasaran dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga periode Oktober 2021-Juni 2023 dan selaku Direktur Utama PT Pertamina Pertamina Patra Niaga periode Juni 2023-2025. Lalu, Maya Kusmaya selaku Vice President Trading & Other Business PT Pertamina Patra Niaga periode 2021-2023 dan selaku Direktur Pemasaran Pusat dan Niaga PT Pertamina Patra Niaga.
Baca Juga: PN Jakarta Selatan Gelar Sidang Praperadilan Nadiem Makarim
Dalam nota keberatannya, penasihat hukum terdakwa menyinggung kasus Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat (Kajari Jakbar), yang terseret kasus penggelapan barang bukti perkara robot trading, hingga akhirnya dicopot dari jabatannya.
"Berdasarkan asas spesialitas sistematis, maka dalam perkara ini undang-undang administrasi pemerintahan haruslah yang terlebih dahulu untuk diterapkan," ujar pengacara Riva, Kresna Hutauruk saat membacakan eksepsi.
Menurutnya, ketentuan ini diperkuat berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 25/PUU 14/2016 yang menyatakan mekanisme hukum administrasi tersebut bukanlah formalitas, tapi syarat hukum yang bersifat substantif.
Sehingga, kata Kresna, mekanisme pemeriksaan administratif itu wajib dilakukan sebelum aparat penegak hukum menerapkan pendekatan hukum pidana, sebagaimana asas hukum pidana sebagai ultimum remedium.
"Seharusnya selalu dikedepankan asas praduga tak bersalah dan mengacu asas hukum yang harus ditaati seperti di atas, yakni penyelesaian melalui hukum administrasi, sebagaimana dalam kasus Eks Kajari Jakbar yang terbukti menerima uang dari perkara robot trading, tapi tidak didakwa dan diselesaikan secara administratif, dengan alasan tidak ada berniat jahat, sebagaimana terdakwa dalam perkara a quo juga tidak memiliki niat jahat," papar Kresna.
Selain itu, lanjut dia, dalam proses penyelidikan dan kemudian penuntutan perkara, belum pernah ada hasil pemeriksaan atau keputusan administratif dari APIP maupun putusan PTUN, yang menyatakan bahwa benar terdapat kesalahan administratif atau penyalahgunaan wewenang yang dilakukan para terdakwa.
"Karena itu penyelidikan dan penuntutan sebagaimana surat dakwaan tim JPU mengandung cacat formil sehingga dakwaan prematur," kata dia.
Atas itu, pengacara Riva dkk meminta dakwaan dibatalkan demi hukum. Selain itu, para kliennya pun dibebaskan.
"Sehingga kami, tim advokat terdakwa atas nama Riva Siahaan dengan ini memohon kepada yang terhormat Majelis Hakim untuk memberikan putusan menerima keberatan dari terdakwa Riva Siahaan. Menyatakan surat dakwaan tim JPU sebagai dakwaan yang batal demi hukum atau setidaknya tidak dapat diterima," papar Kresna.
"Menyatakan perkara pidana atas nama terdakwa Riva Siahaan tidak diperiksa lebih lanjut. Membebaskan terdakwa Riva Siahaan dibebaskan dari tahanan rumah, tahanan negara," imbuhnya.
Sebelumnya, dalam sidang pembacaan dakwaan oleh jaksa, ada dua hal yang menjadi pokok permasalahan yakni soal impor produk kilang atau BBM, serta terkait penjualan solar nonsubsidi. Menurut jaksa penuntut umum ada pengondisian dalam impor BBM.
"Para pihak di PT Kilang Pertamina Internasional (PT KPI) selaku subholding PT Pertamina (Persero) mengondisikan hasil rapat Optimasi Hilir (OH) dengan menurunkan data ketersediaan Minyak Mentah (MM) domestik yang dapat diolah di Kilang Pertamina dan mengekspor MM domestik sehingga meningkatkan peluang untuk impor MM," papar JPU, Kamis, 9 Oktober 2025.
Hingga akhirnya ketersediaan minyak mentah domestik malah diekspor. Karena itu, guna memenuhi kebutuhan minyak mentah atau kondensat yang akan diolah di Kilang Pertamina mengharuskan impor. Menurut JPU, fungsi Integrated Supply Chain (ISC) PT Pertamina pada periode Januari 2018 sampai dengan September 2020 dan PT KPI pada Oktober 2020 sampai dengan Desember 2023 melakukan impor minyak mentah atau kondensat selama periode 2018 sampai dengan 2023.
Prosesnya melalui pelelangan khusus yang dipimpin Vice President (VP) Crude & Product Trading & Commercial (CPTC) periode ISC dan VP Feedstock Management (FM) periode PT KPI selaku Ketua Panitia Pelelangan Khusus. JPU menyebu, dalam pelaksanaannya pelelangan khusus itu disusupi praktik-praktik yang tak transparan.
"Dalam pelaksanaan pengadaan, pihak-pihak terkait pada Panitia Pelelangan Khusus melakukan praktik-praktik yang tidak sesuai dengan prinsip dan etika pengadaan yaitu kriteria value based yang tidak dicantumkan dalam pengumuman lelang impor MM, proses klarifikasi dan komunikasi yang tidak transparan dan tidak terdokumentasi, pertemuan-pertemuan di luar kantor seperti jamuan makan dan kegiatan golf dengan mitra usaha, serta perlakuan istimewa oleh Panitia Pelelangan Khusus kepada sepuluh mitra usaha," jelas JPU.
Atas perbuatannya, jaksa mendakwa Riva cs melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.