Ntvnews.id, Jakarta - Staf Ahli Menteri Sosial Bidang Perubahan dan Dinamika Sosial, Edi Suharto, menegaskan bahwa seluruh kegiatan dan layanan di Kementerian Sosial (Kemensos) tetap berjalan normal meskipun dirinya saat ini ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Semampu dan sekuat saya, saya tetap menjalankan tugas sehari-hari. Beberapa waktu lalu saya hadir dalam rapat pimpinan, termasuk kegiatan lain di kementerian,” ujar Edi dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 2 Oktober 2025.
Ia menjelaskan, posisi yang diembannya sebagai staf ahli tidak berhubungan langsung dengan perkara hukum yang sedang diproses aparat. Oleh karena itu, menurutnya, pelayanan publik dan berbagai program Kemensos akan terus dilaksanakan untuk masyarakat.
Baca Juga: Kemensos: ASN, TNI/Polri, dan Pegawai BUMN Tidak Berhak Terima Bansos
Sebelumnya, Edi pernah menjabat sebagai Direktur Jenderal Pemberdayaan Sosial Kemensos pada 2020 dengan tanggung jawab mengelola program Bantuan Sosial Beras (BSB) untuk penanganan COVID-19 yang ditugaskan langsung oleh Menteri Sosial kala itu, Juliari Batubara.
Dalam proses penyidikan, Edi menyebut dirinya sudah beberapa kali diperiksa terkait kasus yang melibatkan PT Bhanda Ghara Reksa (BGR) dan PT Dosni Roha Logistik (DNR). Menurut pengakuannya, saat diperiksa terkait BGR, KPK dan PPATK tidak menemukan bukti aliran dana maupun dokumen.
“Awalnya saya pikir kasus itu selesai, namun saya kembali dipanggil pada tahun 2024 terkait dengan kasus DNR. Itu membuat saya kaget, karena sebelumnya hanya klarifikasi, tetapi kemudian ada panggilan sebagai saksi dan tersangka,” ucapnya.
Edi menjelaskan, seharusnya penyaluran bantuan beras pada masa pandemi menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial atau Direktorat Jenderal Fakir Miskin. Namun, kala itu Menteri Sosial Juliari Batubara memutuskan pelaksanaan program dijalankan oleh Ditjen Pemberdayaan Sosial yang ia pimpin, dengan alasan beban kerja dua direktorat lain sudah cukup berat.
“Kami kawal sesuai pedoman, tapi di lapangan transporter tidak amanah, sehingga distribusi tidak sesuai petunjuk teknis (juknis), ini yang membuat kita menjadi kesulitan. Di situ dalam keadaan tertentu, misalnya itu titik baginya sampai di RT/RW kira-kira seperti itu, door to door ke penerima manfaat. Ternyata beras itu diketahui kemudian diturunkannya di kelurahan atau desa. Ini yang kemudian disebut adanya selisih harga dan kerugian negara,” jelasnya.
Kasus ini bermula ketika KPK, pada 26 Juni 2024, mengumumkan penyidikan dugaan korupsi pengadaan bansos presiden terkait penanganan COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada Kemensos tahun 2020.
Baca Juga: KPK Tetapkan Staf Ahli Mensos Edi Suharto Jadi Tersangka di Kasus Kakak Hary Tanoe
Kemudian, pada 19 Agustus 2025, KPK mencegah empat orang bepergian ke luar negeri terkait perkara pengangkutan bansos. Mereka adalah Bambang Rudijanto Tanoesoedibjo (BRT), Komisaris Utama PT DNR Logistics sekaligus Direktur Utama PT Dosni Roha Indonesia; Kanisius Jerry Tengker (KJT), Dirut DNR Logistics 2018–2022; Herry Tho (HER), Direktur Operasional DNR Logistics 2021–2024; serta Edi Suharto (ES).
Pada hari yang sama, KPK juga mengumumkan tiga individu dan dua korporasi ditetapkan sebagai tersangka dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp200 miliar.
Menteri Sosial Saifullah Yusuf, menanggapi kasus tersebut, menegaskan bahwa dirinya dan Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono tidak akan memberi toleransi terhadap praktik korupsi ataupun penyelewengan dana publik.
"Saya dengan Pak Wamensos (Agus Jabo Priyono) tidak menoleransi korupsi. Kalau ada pelanggaran, saya dan Pak Wamensos tidak segan-segan melaporkannya langsung ke penegak hukum," ujarnya saat ditemui setelah memberi pembekalan kepada guru dan kepala Sekolah Rakyat di Pusdiklatbangprof Kemensos, Jakarta, Selasa, 18 Agustsus 2025.
Ia menekankan, seluruh anggaran untuk program Kemensos wajib dipakai secara transparan, kredibel, serta tepat sasaran agar manfaatnya benar-benar sampai kepada masyarakat.
Sumber: ANTARA