Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta Kepolisian segera membebaskan anak-anak yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kerusuhan pada akhir Agustus 2025, serta menelusuri dalang sebenarnya di balik peristiwa tersebut.
"Segera bebaskan anak-anak dari tahanan untuk menghindarkan mereka dari potensi mengalami stigmatisasi dan kriminalisasi, terutama menghindarkan dari ancaman pidana serius sebagai pelaku kerusuhan," kata Anggota KPAI Sylvana Apituley saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Menurut Sylvana, kepolisian memahami pola mobilisasi dan eksploitasi anak-anak dalam unjuk rasa yang berujung ricuh, yang umumnya terjadi dalam konteks persaingan maupun kontestasi kekuasaan.
"Mengingat pola-pola yang mirip terjadi berulang di Indonesia, minimal 10 tahun terakhir. Selain itu, polisi juga setidaknya telah memiliki data sosial anak-anak yang ditangkap tersebut," jelasnya.
Dengan pengalaman menangani kasus serupa, ia optimistis aparat akan mampu mengungkap aktor intelektual di balik kerusuhan Agustus lalu.
Baca Juga: KPAI Dalami Dugaan Penggerakan Pelajar dalam Aksi Demonstrasi
"Dengan pengalaman menangani kasus-kasus terdahulu yang mirip, pengetahuan berupa data sosial anak-anak yang penting untuk mengenali latar belakang dan kemampuan anak dalam melakukan atau bahkan menggerakkan sebuah kerusuhan, bukan tidak mungkin polisi akan lebih cepat menemukan pelaku yang sesungguhnya," ujarnya.
Ia menambahkan, proses pemeriksaan terhadap anak harus dilakukan dengan pendekatan wawancara forensik yang ramah anak. Ditambah lagi, bukti digital melalui forensik siber dapat membantu memetakan jejaring komunikasi hingga rantai komando dalam kerusuhan, sehingga pelaku utama lebih cepat terungkap.
Sebelumnya, tercatat ada 959 orang yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kerusuhan Agustus 2025. Dari jumlah itu, hampir 300 di antaranya merupakan anak-anak.
Kabareskrim Polri Komjen Pol. Syahardiantono menjelaskan hingga saat ini Polri telah menerima dan menangani 246 laporan polisi, baik di Mabes Polri, khususnya Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim, maupun oleh 15 Polda di seluruh Indonesia.
(Sumber : Antara)