Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah kembali menekankan bahwa kegiatan thrifting, yakni penjualan pakaian bekas impor, tidak diperbolehkan berdasarkan aturan yang berlaku. Masyarakat pun diimbau untuk berhenti membeli produk tersebut.
Direktur Jenderal Industri Kecil, Menengah, dan Aneka (IKMA) Kementerian Perindustrian, Reni Yanita, menjelaskan bahwa meskipun praktik thrifting dilarang, aktivitas itu masih banyak ditemukan di berbagai platform digital maupun pasar fisik karena tingginya minat pembeli.
“Mereka masih ada karena ada permintaan. Untuk itu, kami terus menggaungkan agar masyarakat tidak membeli thrifting,” kata Reni usai menghadiri acara Indonesia Fashion Ecosystem Summit (IDFES) 2025 di Jakarta, Jumat, 26 September 2025.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang diolah Pusat Data dan Sistem Informasi Kementerian Perdagangan, nilai impor untuk kategori barang tekstil jadi, pakaian bekas, dan gombal selama periode Januari–Juli 2025 tercatat mencapai US$78,19 juta. Angka tersebut naik 17,33 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya. Adapun negara pemasok utama antara lain China, Vietnam, Bangladesh, Taiwan, dan Singapura.
Baca Juga: Terkejut! Nikita Willy Dapat Harta Karun Saat Thrifting
Pemilik PT Momentum Velo Inovasi, Ellianah Setiady, menilai banjirnya barang impor ilegal membuat industri lokal semakin sulit bersaing.
“Gangguan dari importir ilegal, terutama dari China, besar sekali. Biaya produksi kita tinggi karena UMR (Upah Minimum Regional) dan pajak, sementara harga barang impor jauh lebih murah,” ujarnya.
Ellianah juga menekankan maraknya transaksi barang impor ilegal yang kini semakin sering dilakukan di platform digital. Ia menyebut banyak produk dari luar negeri diperjualbelikan melalui siaran langsung di lokapasar, bahkan dengan layanan jasa titip (jastip) dari berbagai negara.
Menurutnya, praktik tersebut jelas melanggar aturan serta berpotensi merusak ekosistem industri dalam negeri.
Ia pun mendorong agar pemerintah kembali mengaktifkan Satuan Tugas (Satgas) Pengawasan Barang Impor Ilegal untuk melindungi pelaku usaha lokal.
“Pada Oktober tahun lalu, pemerintah sempat menerapkan kebijakan untuk membatasi masuknya barang impor. Dampaknya cukup positif bagi kami, karena saat itu pabrik garmen kami menerima peningkatan pesanan yang signifikan,” ujarnya.
“Namun kini, kebijakan tersebut sudah dilonggarkan kembali, sehingga persaingan di pasar menjadi jauh lebih sulit bagi kami,” lanjutnya.
Sebagai bentuk pengendalian, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 40 Tahun 2022 yang merevisi Permendag Nomor 18 Tahun 2021 tentang daftar barang yang dilarang ekspor maupun impor. Dalam aturan itu, pakaian bekas beserta barang bekas lain dimasukkan ke dalam kategori barang yang dilarang untuk diimpor.
Selain itu, pemerintah juga pernah membentuk Satgas Pengawasan Barang Impor Ilegal pada Juli 2024 untuk mencegah dan menindak masuknya barang ilegal yang merugikan industri lokal. Namun, masa tugas Satgas tersebut hanya berlangsung hingga Desember 2024.
(Sumber: Antara)