Ntvnews.id, Jakarta - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyebut tarif balasan sebesar 19 persen yang diterapkan Amerika Serikat (AS) terhadap produk Indonesia sudah tergolong kompetitif di pasar global, membuka peluang peningkatan daya saing dan investasi bagi ekonomi nasional.
Ketua Umum Kadin Indonesia Anindya Bakrie menilai bahwa tarif resiprokal sebesar 19 persen yang dikenakan Amerika Serikat terhadap produk asal Indonesia sudah cukup kompetitif.
“19 persen itu sudah kompetitif,” ujar Anindya saat ditemui usai menghadiri Forbes Global CEO Conference di Jakarta, Selasa, 14 Oktober 2025.
Menurut Anindya, agar potensi penguatan daya saing tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal, pemerintah perlu memastikan kemudahan perizinan berusaha di Indonesia serta memperkuat infrastruktur agar menciptakan rasa nyaman bagi para investor.
Ia menambahkan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional yang optimal, Indonesia tidak boleh hanya bergantung pada belanja pemerintah dan konsumsi domestik, tetapi juga harus mempercepat laju investasi dan memperkuat perdagangan internasional.
Selain itu, Anindya menyoroti bahwa kebijakan tarif resiprokal 100 persen yang diterapkan Amerika Serikat terhadap produk asal China dapat menjadi peluang bagi Indonesia untuk memanfaatkan keunggulan di sektor hilirisasi mineral kritis.
“Saya nggak bisa bilang ini peluang dalam kesempitan, tapi Indonesia punya mineral kritis banyak,” katanya.
Baca Juga: Prabowo Tegaskan Komitmen Indonesia Dukung Perdamaian Gaza
Ia menegaskan bahwa sumber daya mineral kritis yang dimiliki Indonesia dapat digunakan sebagai instrumen strategis dalam negosiasi perdagangan dengan negara lain.
Beberapa sumber mineral kritis yang dimiliki Indonesia antara lain nikel, tembaga, kobalt, bauksit, timah, dan potensi litium. Indonesia diketahui memiliki cadangan nikel terbesar di dunia, mencapai 48 persen dari total cadangan global. Sementara itu, cadangan tembaga Indonesia mencapai sekitar 28 juta ton dan menempatkan Indonesia di posisi ketujuh dunia.
Cadangan kobalt nasional diperkirakan mencapai 600 ribu ton, bauksit sekitar 1,2 miliar ton, dan timah sekitar 2,8 juta ton atau sekitar 16 persen dari total cadangan global, menjadikan Indonesia salah satu produsen timah terbesar di dunia.
Pemerintah Indonesia sebelumnya telah melakukan negosiasi dengan Pemerintah Amerika Serikat dan berhasil menurunkan tarif yang semula sebesar 32 persen menjadi 19 persen.
Baca Juga: Menperin: Tarif Impor Tinggi Trump Bertujuan Pulihkan Sektor Manufaktur AS
Tarif tersebut tergolong lebih rendah dibandingkan dengan negara lain seperti Vietnam yang dikenai tarif 20 persen, Kanada 35 persen, India 50 persen, dan Brasil 50 persen.
Meski demikian, pemerintah menyatakan bahwa proses negosiasi tarif dengan Amerika Serikat masih belum sepenuhnya rampung, sehingga terdapat kemungkinan tarif terhadap produk Indonesia dapat kembali diturunkan di masa mendatang.
(Sumber: Antara)