Ntvnews.id, Jakarta - Terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) Nomor 14 Tahun 2025 mengenai Kerja Sama Pengelolaan Bagian Wilayah Kerja untuk Peningkatan Produksi Migas dinilai sebagai langkah penting dalam pembaruan tata kelola sektor hulu minyak dan gas di Indonesia. Kebijakan ini dipandang sebagai terobosan yang memperkuat arah desentralisasi pengelolaan migas, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi di daerah penghasil.
Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies (CESS), Ali Ahmudi Achyak, menyebut aturan tersebut membawa peluang besar bagi transformasi tata kelola energi Tanah Air. Menurut dia, kebijakan ini tidak hanya berdampak pada nasional, tetapi juga memberi efek berganda bagi ekonomi lokal. Ia menyatakan bahwa ruang partisipasi kini terbuka lebih luas bagi pelaku usaha lokal, mulai dari BUMD, koperasi, hingga UMKM.
“Aturan ini merupakan kebijakan strategis yang bisa menjadi landasan desentralisasi pengelolaan migas,” ujar Ali dalam keterangannya di Jakarta, Senin, 1 Desember 2025.
Ali menilai bahwa implementasi Permen ESDM 14/2025 akan menyentuh sejumlah aspek vital, terutama dalam peningkatan performa sektor migas dan penguatan ekonomi daerah. Ia meyakini kebijakan tersebut dapat menaikkan angka lifting nasional sekaligus menghadirkan lapangan kerja baru.
Baca Juga: Pertamina Usul RUU Migas Atur Rencana Umum Migas Nasional
“Potensi kemandirian energi dan dampak ekonomi lokal nyata bisa diciptakan, terutama melalui peningkatan lifting migas, penciptaan lapangan kerja, dan distribusi pendapatan ke daerah secara lebih merata dari sektor pertambangan migas,” jelasnya.
Selama ini, kontribusi sektor hulu migas terhadap Produk Domestik Bruto Indonesia mencapai Rp4.132 triliun, sementara manfaat bagi daerah diperoleh melalui Dana Bagi Hasil dan Participating Interest. Dengan desentralisasi pengelolaan, manfaat tambahan dinilai sangat mungkin diperoleh oleh daerah penghasil.
Ia juga menekankan bahwa keberhasilan implementasi aturan baru ini dapat menjadi contoh bagi sektor pertambangan lainnya. Bila pelibatan pelaku lokal di sektor migas terbukti efektif, hal itu dapat menjadi standar baru bagi tata kelola sumber daya alam yang lebih inklusif dan berkeadilan. Namun, Ali mengingatkan bahwa keberhasilan sangat bergantung pada eksekusi.
Ia menyoroti perlunya inventarisasi sumur rakyat yang akurat, mekanisme pembagian hasil yang adil dan transparan, penunjukan pengelola lokal yang kredibel, serta pendampingan teknis bagi BUMD, koperasi, dan UMKM agar mampu memenuhi standar industri hulu.
Baca Juga: Bahlil: Pabrik Lotte Chemical Jadi Bukti Hilirisasi Indonesia Bergerak ke Sektor Migas
Dalam kerangka menuju Indonesia Emas 2045, Ali menilai kebijakan ini dapat menjadi fondasi penting bagi penguatan ketahanan energi nasional.
Terkait itu, pemerintah pusat dan daerah perlu menyiapkan kerangka pendukung seperti regulasi operasional, kapasitas lokal, pembiayaan, dan akuntabilitas agar terobosan program ini bisa optimal dan mampu menjadi salah satu pilar mendukung terwujudnya ketahanan energi nasional,” tutupnya.
Wali Kota Balikpapan, Kalimantan Timur, Rahmad Mas’ud, turut menyoroti pentingnya sinergi antarpemangku kepentingan. Ia menilai kolaborasi antara pemerintah daerah dan pelaku industri hulu migas mutlak diperlukan untuk memperkuat kontribusi sektor energi terhadap pembangunan berkelanjutan. Dalam pandangannya, pelibatan daerah dalam peningkatan produksi migas akan membuka ruang pemerataan manfaat bagi masyarakat setempat.
“Balikpapan sebagai kota penopang utama industri migas di Kalimantan Timur terus berkomitmen mendukung program pemerintah pusat dalam peningkatan lifting nasional. Namun yang lebih penting, bagaimana hasil dari industri migas ini bisa memberikan nilai tambah bagi masyarakat lokal,” ujarnya.
Baca Juga: Arah Baru Tata Kelola Migas, Pemerintah Hadirkan Kesempatan bagi Rakyat
Dengan produksi mencapai 53 ribu barel minyak per hari dan sekitar 1,2 miliar standar kaki kubik gas per hari, Kalimantan Timur tercatat sebagai salah satu produsen migas terbesar di Indonesia.
Dukungan serupa datang dari Wali Kota Tarakan, Kalimantan Utara, Khairul. Ia menegaskan bahwa kebijakan pemerintah pusat di sektor energi menjadi bagian penting dalam mengoptimalkan potensi migas untuk mendorong pertumbuhan daerah
“Termasuk membuka lapangan kerja, dan memberi dampak pertumbuhan positif bagi daerah,” tegasnya. Tarakan sendiri dikenal sebagai salah satu wilayah penghasil migas tertua di Indonesia, dengan produksi berasal dari lapangan lama maupun temuan baru.
Ilustrasi - Salah satu lapangan migas milik Pertamina Hulu Rokan di Wilayah Kerja Rokan. (Antara)