Ntvnews.id, Gaza - Warga Gaza yang tiba secara misterius di Afrika Selatan (Afsel) pada pekan lalu mengungkap bahwa mereka harus membayar sekitar US$ 2.000 (Rp 33,5 juta) untuk setiap kursi guna bisa terbang ke negara tersebut dan keluar dari wilayah yang tengah diguncang perang.
Penerbangan itu diselenggarakan oleh sebuah organisasi yang menyediakan jalur evakuasi dari Jalur Gaza yang porak-poranda akibat konflik antara Israel dan Hamas.
Pekan lalu, sebuah pesawat carteran yang membawa 153 warga Gaza mendarat di Johannesburg. Para penumpang terpaksa menunggu selama 12 jam di dalam pesawat karena belum memiliki dokumen resmi yang memadai untuk memasuki Afsel, sebelum akhirnya diizinkan turun.
Dilansir dari Reuters, Rabu, 19 November 2025, Otoritas Afsel mencurigai bahwa penerbangan semacam itu bisa menjadi bagian dari skema yang bertujuan menyingkirkan warga Palestina dari Jalur Gaza.
Baca Juga: Mabes TNI Pastikan Seleksi Prajurit untuk Misi Gaza Masih Berjalan
Dua warga Palestina yang diwawancarai Reuters mengaku bahwa mereka menemukan informasi tentang penerbangan tersebut melalui iklan online dari sebuah organisasi bernama Al-Majd Europe. Mereka menyatakan telah mendaftar enam bulan sebelumnya, dan bahwa penawaran tersebut hanya ditujukan bagi keluarga dengan syarat memiliki paspor yang masih berlaku.
Meski Reuters mencoba menghubungi organisasi itu, tidak ada respons. Namun, menurut kesaksian dua warga Palestina tersebut, mereka menerima pesan dari Al-Majd Europe melalui WhatsApp bahwa izin keamanan mereka telah disetujui.
Baca Juga: TNI Siapkan 20.000 Personel untuk Misi Perdamaian di Gaza
Warga-warga itu kemudian meninggalkan Jalur Gaza dengan bus melalui perlintasan Kerem Shalom yang dijaga oleh Israel, sebelum diterbangkan melalui Bandara Ramon. Mereka tiba di Afsel pada 13 November lalu.
Dari total 153 warga Gaza yang mendarat, sebanyak 130 orang diproses masuk ke Afsel menggunakan visa 90 hari, sementara 23 lainnya melanjutkan penerbangan menuju negara tujuan masing-masing.
Afsel Mulai Menyelidiki Kedatangan Warga Gaza
Gambar statis yang diambil dari video UNRWA tentang kehancuran Gaza, Palestina, tepat dua tahun setelah Israel melancarkan agresi militer. (ANTARA)
Menteri Luar Negeri Afsel, Ronald Lamola, menyampaikan bahwa pemerintah sedang menyelidiki situasi yang dianggap janggal terkait kedatangan rombongan warga Gaza itu.
Menurutnya, "Tampaknya ini merupakan agenda yang lebih luas untuk mengusir warga Palestina dari wilayah Palestina," ujarnya dalam konferensi pers.
Sementara itu, COGAT—badan militer Israel yang menangani urusan sipil di Gaza—menyebut bahwa keberangkatan warga Gaza tersebut dilakukan setelah adanya persetujuan dari negara ketiga yang bersedia menerima mereka, walaupun negara tersebut tidak disebutkan namanya. COGAT juga mengklaim bahwa para penumpang membawa “dokumen yang mengonfirmasi otorisasi untuk mendarat di Afrika Selatan”.
Namun, pernyataan itu dibantah oleh Menlu Afsel. Ia menegaskan, "Pada tahap ini, informasi yang kami miliki adalah bahwa mereka tidak memiliki persetujuan dan izin yang diperlukan."
Warga Palestina menyambut gembira pengumuman kesepakatan gencatan senjata antara Israel dan Hamas di depan markas besar komite Mesir di Deir al-Balah, Jalur Gaza tengah, Kamis (9/10/2025) waktu setempat. Israel dan Hamas, Kamis (9/10) menyepakati gen (ANTARA)