Ntvnews.id, Jakarta -Ketua Umum PERHAPI, Sudirman Widhy Hartono, menilai bahwa penanganan tambang ilegal harus dijadikan prioritas nasional dan dilaksanakan secara terencana, sistematis, serta berkelanjutan.
“Tambang ilegal jelas tidak sesuai dengan prinsip good mining practice. Tidak ada kajian teknis, tidak ada pengelolaan lingkungan, dan tidak ada jaminan keselamatan kerja. Dampaknya sangat luas, mulai dari rusaknya lahan, pencemaran air, hingga hilangnya potensi pendapatan negara,” ujar Sudirman.
PERHAPI memberikan apresiasi atas komitmen Presiden Prabowo Subianto, yang secara tegas menyinggung persoalan tambang ilegal dalam Sidang Tahunan MPR pada 15 Agustus 2025.
Salah satu langkah konkret pemerintah adalah dengan membentuk Direktorat Penegakan Hukum (Gakkum) di sektor Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Lembaga ini diharapkan dapat meniru efektivitas unit serupa di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dalam menangani pelanggaran hukum lingkungan.
Menurut Sudirman, langkah pemerintah tersebut merupakan indikasi adanya perubahan paradigma dalam tata kelola pertambangan nasional.
“Ini sinyal kuat bahwa pemerintah tidak hanya ingin menata regulasi, tetapi juga benar-benar menegakkan hukum di lapangan,” ujarnya.
PERHAPI berharap agar upaya pemberantasan tambang ilegal tidak berhenti pada tingkat wacana saja, melainkan benar-benar diterapkan secara lintas lembaga. Pembentukan Satgas Gabungan Pemberantasan Tambang Ilegal dan Kawasan Hutan disebut sebagai langkah awal yang tepat untuk memperkuat koordinasi antarinstansi.
Sudirman juga menegaskan bahwa PERHAPI siap bekerja sama dengan Bareskrim Polri dan sejumlah kejaksaan tinggi dalam memberikan dukungan teknis serta data geologi guna mempercepat proses penegakan hukum terhadap kasus pertambangan ilegal.
“Kami siap membantu menghitung estimasi cadangan yang hilang, potensi kerugian lingkungan dan negara, serta memberi data geologi sebagai dasar penindakan,” pungkas Sudirman.
Sebelumnya, Presiden menyampaikan bahwa jumlah tambang ilegal di Indonesia telah melampaui 2.000 lokasi, yang mencakup beragam komoditas seperti batubara di Kalimantan, nikel di Sulawesi, serta emas dan bauksit di Sumatera dan Kalimantan Barat.
Ilustrasi tambang ilegal