Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menegaskan bahwa tidak ada perubahan kebijakan mendasar terkait penyediaan bahan bakar minyak (BBM) di seluruh Indonesia, meski sempat muncul pemberitaan mengenai adanya pergeseran kebijakan distribusi energi tersebut.
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi (Dirjen Migas) Kementerian ESDM, Laode Sulaeman, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu, 1 Oktober 2025 menyampaikan bahwa informasi mengenai adanya perubahan kebijakan tidak benar. Menurutnya, pemerintah tetap berpegang pada aturan yang berlaku.
“Jadi kalau kita mendengarkan di berbagai media, ada yang menyampaikan bahwa telah terjadi suatu perubahan kebijakan, sesungguhnya tidak ada perubahan kebijakan mendasar dalam hal ini,” ujar Laode.
Baca Juga: Terpopuler: Hoaks Video Prabowo Pecat Bahlil dari Menteri ESDM, Juru Parkir Aniaya Warga di Jakut
Ia menambahkan, langkah yang dilakukan Kementerian ESDM masih mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2021, yang mewajibkan pemerintah menjamin ketersediaan BBM di seluruh wilayah NKRI. Selain itu, Peraturan Presiden Nomor 61 Tahun 2024 juga menegaskan tugas pemerintah untuk menetapkan neraca komoditas guna memantau pasokan dan kebutuhan BBM nasional.
“Jadi neraca komoditas ini adalah setiap tahun kita tetapkan berapa jumlah impor yang kita lakukan, rencana impornya seperti apa baik untuk BUMN maupun badan usaha swasta,” jelas Laode.
Ia mengungkapkan, pada tahun ini terjadi hal yang tidak biasa, terutama sejak Juli hingga Agustus, yakni adanya perubahan pola konsumsi BBM. Konsumen yang sebelumnya menggunakan BBM RON 90 atau Pertalite cenderung beralih ke BBM dengan RON lebih tinggi.
“Kalau kita lihat dari penjualan harian Pertalite yang tahun 2024 itu 81.106 kiloliter (KL) turun menjadi 76.970 KL atau turun sekitar 5,10 persen di tahun 2025,” kata Laode.
Baca Juga: Pesan Menkeu Purbaya Sambut Bulan Baru: Oktober O-nya Optimis Indonesia Akan Cerah
Sementara itu, penjualan bensin non-subsidi meningkat dari 19.061 KL pada 2024 menjadi 22.723 KL atau naik 19,21 persen.
Laode menjelaskan, kompensasi untuk Pertalite pada 2024 mencapai Rp48,9 triliun. Dengan tren penurunan konsumsi, kompensasi pada 2025 diperkirakan hanya Rp36,3 triliun. “Artinya ada efisiensi sebesar Rp12,6 triliun dengan adanya perubahan pola konsumsi,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia memaparkan bahwa pangsa pasar bensin non-subsidi pada 2024 tercatat sebesar 11 persen. Namun, pada 2025, berdasarkan data Januari hingga Juli, angka itu sudah mencapai 15 persen. “Artinya pangsa pasar dari bensin non-subsidi ini meningkat,” kata Laode.
Laode juga menyebut, Pertamina belum mendapat tambahan kuota impor BBM sebesar 10 persen. Namun, pemerintah memberikan tambahan kuota impor sebesar 10 persen kepada badan usaha swasta karena stok mereka hampir habis.
Baca Juga: 41 Senator AS Desak Pencabutan Larangan Visa bagi Warga Palestina
“Stok BBM badan usaha swasta ini ternyata cepat habis. Jadi pada bulan Agustus dan September kemarin stoknya sudah semakin menipis, dan kewajiban pemerintah untuk mengatur neraca komoditas ini,” jelasnya.
Ia menambahkan, Pertamina masih memiliki cadangan stok yang cukup besar sehingga langkah kolaborasi dengan SPBU swasta yang kekurangan stok perlu dilakukan. “Di sisi lain Pertamina masih memiliki stok yang banyak, sehingga kita mengambil langkah-langkah untuk dapat dikolaborasikan dengan (SPBU-SPBU swasta) yang stoknya hampir habis,” pungkas Laode.
(Sumber: Antara)