Ntvnews.id, Canbera - Perdana Menteri Australia, Anthony Albanese, menegaskan bahwa negaranya memiliki kedaulatan penuh ketika ditanya soal potensi respons Amerika Serikat (AS) apabila Canberra memutuskan untuk mengakui negara Palestina.
"Kami adalah negara yang berdaulat. Australia mengambil keputusan secara mandiri sebagai negara berdaulat," ujar Albanese kepada para jurnalis di Canberra, seperti dikutip dari ABC News, Rabu, 6 Agustus 2025.
Pernyataan tersebut muncul sehari setelah puluhan ribu warga Australia menggelar demonstrasi besar pro-Palestina di Sydney dalam aksi bertajuk March for Humanity. Aksi damai itu, menurut Albanese, merupakan bentuk ekspresi masyarakat yang ingin menyampaikan kepeduliannya terhadap kondisi di Gaza.
Baca Juga: Hamas Tegaskan Tak Bakal Mundur Sebelum Palestina Merdeka
Albanese disebut tengah mempertimbangkan langkah penting terkait pengakuan negara Palestina. Beberapa sumber menyebut pengakuan tersebut hanya tinggal menunggu waktu dan proses formal.
Hingga kini, Australia belum secara resmi mengakui kemerdekaan Palestina. Namun, sejumlah negara sekutu seperti Prancis, Kanada, dan Inggris baru-baru ini mengumumkan niat mereka untuk memberikan pengakuan diplomatik terhadap Palestina, yang direncanakan diumumkan pada Sidang Umum PBB pada bulan September mendatang.
Keputusan Paris dan Ottawa tersebut sempat memicu reaksi keras dari pemerintah Amerika Serikat. Sementara itu, laporan pada hari Senin menyebutkan bahwa Albanese juga tengah mempertimbangkan untuk menghubungi langsung Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu.
Rencana tersebut didorong oleh tekanan dari dalam Partai Buruh yang tengah berkuasa serta dampak besar dari aksi March for Humanity yang digelar di Jembatan Sydney Harbour. Polisi menyebutkan aksi tersebut dihadiri oleh sekitar 90.000 orang, sementara panitia mengklaim jumlah peserta mencapai 300.000, termasuk di antaranya pendiri WikiLeaks, Julian Assange.
Baca Juga: Singapura Siap Akui Kedaulatan Negara Palestina
Di sisi lain, sejumlah pegiat hak asasi manusia memperingatkan Albanese agar tidak memberikan ruang legitimasi kepada Netanyahu, mengingat ia tengah menghadapi surat perintah penangkapan dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC).
“Perdana Menteri seharusnya berbicara kepada Netanyahu mengenai perjalanannya ke ICC untuk menghadapi tuduhan kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan,” ujar Rawan Arraf, Direktur Eksekutif Australian Centre for International Justice.
Arraf merujuk pada surat perintah yang dikeluarkan ICC pada November lalu terhadap Netanyahu, atas serangan militer yang telah menyebabkan lebih dari 60.000 korban jiwa warga Palestina sejak Oktober 2023 serta kerusakan masif di wilayah Gaza.
"Netanyahu masih bebas bergerak," kata Arraf. "PM Albanese tidak seharusnya memberikan pengakuan atau legitimasi kepada seseorang yang telah dituduh melakukan kejahatan perang," tegasnya.