Ntvnews.id, Jakarta - Komite Pengawasan DPR Amerika Serikat mulai memberikan tekanan kepada Departemen Kehakiman dari masa pemerintahan Presiden Donald Trump agar membuka akses terhadap dokumen-dokumen lengkap terkait kasus perdagangan seks yang melibatkan mendiang Jeffrey Epstein.
Dilansir dari AFP, Selasa, 29 Juli 2025, komite tersebut juga memiliki rencana untuk memanggil Ghislaine Maxwell, mantan pasangan Epstein, agar bersaksi di bawah sumpah.
Langkah ini dilakukan menjelang keputusan Ketua DPR Mike Johnson dari Partai Republik, daerah pemilihan Louisiana, yang mempercepat dimulainya masa reses parlemen selama satu bulan. Desakan untuk membuka dokumen-dokumen Epstein terus bertambah kuat, meskipun Trump telah menyampaikan kepada para pendukungnya agar tidak memperbesar persoalan ini.
Dengan dukungan dari sebagian anggota Partai Republik, fraksi Demokrat berhasil mendorong pemanggilan paksa (subpoena) terhadap Departemen Kehakiman menjelang reses bulan Agustus.
Melalui subpoena tersebut, mereka meminta agar dokumen-dokumen Epstein diserahkan dalam bentuk asli yang belum disunting, namun tetap menjaga kerahasiaan identitas serta informasi pribadi para korban.
Baca Juga: Kebakaran di Pasar Taman Puring Ganggu Layanan Transjakarta, Ini Daftar Rute yang Terdampak
Demokrat memberikan batas waktu 30 hari kepada Jaksa Agung Pam Bondi untuk menyerahkan dokumen-dokumen itu. Permintaan mencakup keputusan penuntutan terhadap Epstein, dokumen penyebab kematiannya, serta komunikasi dari presiden maupun pejabat tinggi lain terkait kasus tersebut.
“Kami ingin lebih agresif dalam menuntut transparansi soal dokumen Epstein. Ini yang rakyat Amerika inginkan,” ujar James Comer, Ketua Komite Pengawasan dari Partai Republik dapil Kentucky.
Comer mengungkapkan keinginannya agar tim DPR dapat mewawancarai Ghislaine Maxwell di bawah sumpah pada 11 Agustus 2025 di penjara federal di Florida, tempat Maxwell menjalani hukuman panjang atas keterlibatannya dalam perdagangan seks anak.
Walau telah divonis bersalah, Maxwell masih memiliki hak untuk bernegosiasi mengenai syarat pemeriksaan dan tetap bisa didampingi pengacara. Ia juga dikabarkan telah menjalani wawancara dengan Departemen Kehakiman selama lebih dari satu hari dalam pekan ini.
Namun, sejumlah anggota Partai Demokrat menyuarakan kehati-hatian. “Maxwell adalah sosok kompleks dan telah menyebabkan banyak penderitaan. Dia bukan orang yang dapat dipercaya begitu saja,” tutur Robert Garcia, salah satu anggota senior fraksi Demokrat di komite tersebut.
Baca Juga: Walikota Bekasi: Subsidi Transjabodetabek Ditanggung Jakarta
Selain Maxwell, komite turut mempertimbangkan pemanggilan terhadap sejumlah tokoh penting lainnya, seperti mantan Presiden Bill Clinton, mantan Senator Hillary Clinton, serta para jaksa agung yang menjabat sejak era Presiden George W. Bush. Belum dapat dipastikan apakah semua rencana pemanggilan tersebut akan dilaksanakan, namun Comer menyatakan kesiapannya untuk bergerak cepat.
Departemen Kehakiman memiliki hak untuk melakukan negosiasi dalam merespons subpoena tersebut, bahkan bisa mengajukan keberatan hukum atas permintaan data itu. Apabila Jaksa Agung Pam Bondi menolak, DPR berpeluang melakukan pemungutan suara guna menyatakan dirinya bersalah karena menghina lembaga legislatif (contempt of Congress), meskipun langkah seperti ini jarang terjadi di antara partai yang sama.
Joshua A. Levy, pakar hukum dari Georgetown Law School, menyatakan bahwa keberhasilan proses ini sangat bergantung pada apakah pihak pemerintahan memilih untuk bernegosiasi atau malah mengambil pendekatan yang konfrontatif.
Pemungutan suara bipartisan untuk mengeluarkan subpoena ini menunjukkan besarnya tekanan politik terhadap pemerintahan Trump agar membuka dokumen Epstein kepada publik. Isu ini kini tidak lagi terbatas pada satu partai politik dan telah menjadi perhatian luas masyarakat.
“Kita tidak bisa membiarkan orang-orang di posisi tertinggi pemerintah melindungi pelaku perdagangan seks anak,” tegas Summer Lee dari Partai Demokrat.
DPR AS dijadwalkan kembali dari masa reses pada bulan September mendatang. Saat itu, sejumlah anggota lintas partai telah menyiapkan rancangan undang-undang yang bertujuan untuk mewajibkan pemerintah merilis dokumen Epstein secara terbuka kepada publik.