Ntvnews.id, Jakarta - Hari pembagian rapor kerap identik dengan kehadiran para ibu yang memenuhi ruang kelas. Namun suasana berbeda tampak pada Jumat pagi 19 Desember 2025 di SDN Pondok Bambu 11 dan SMAN 61 Jakarta. Meski hujan gerimis turun, para ayah tampak duduk di bangku kecil milik siswa, menanti giliran bertemu wali kelas. Sebagian dari mereka bahkan rela menyisihkan waktu kerja demi hadir di sekolah anaknya.
Para ayah tersebut mengikuti Gerakan Ayah Mengambil Rapor Anak ke Sekolah (GEMAR), sebuah inisiatif yang dianjurkan Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga)/BKKBN melalui Surat Edaran Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Nomor 14 Tahun 2025. Program ini menegaskan bahwa kehadiran ayah dalam momen penting pendidikan anak bukan sekadar formalitas administrasi, melainkan bagian dari investasi masa depan.
GEMAR membawa pesan kuat bahwa peran ayah tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Keterlibatan emosional dan kehadiran langsung ayah dalam perjalanan pendidikan anak memiliki arti besar bagi perkembangan mereka. Hal itu disampaikan langsung oleh Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihadji, S.Ag, M.Pd, yang hadir di kedua sekolah tersebut.
Baca Juga: Mendukbangga: GEMAR Bisa Diikuti Sosok Pengganti Ayah
“Ini semangat kita untuk memperbaiki anak-anak kita lima hingga 10 tahun ke depan sebagai generasi penerus bangsa,” ungkap Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN, Dr. Wihadji, S.Ag, M.Pd, di depan para ayah yang sedang mengambil rapor anaknya.
Data Pemutakhiran Pendataan Keluarga (PK) tahun 2025 menunjukkan bahwa satu dari empat atau sekitar 25,8 persen keluarga yang memiliki anak di Indonesia berada dalam kondisi fatherless. Kondisi ini menjadi salah satu latar belakang lahirnya gerakan tersebut.
“Prinsipnya, GEMAR mencoba menjawab isu 25,8% anak-anak kita kehilangan sosok ayah. Maka, saya minta para ayah minimal dua kali setahun mengambil rapor anak dan mengantar anak sekolah di hari pertama. Ini membuat senang hati anak,” tambah Menteri Wihaji.
Bagi anak-anak yang tidak memiliki ayah, menurut Menteri Wihaji, kehadiran figur pengganti tetap dapat memberikan peran pengasuhan dan pendampingan. Sosok tersebut dapat berasal dari lingkungan keluarga terdekat seperti pakde (paman), bude (tante), mbah (kakek), maupun kakak laki-laki.
Baca Juga: Mendukbangga: Ayah Terlibat Bisa Bentuk Anak Jadi Tangguh
Keterlibatan ayah dalam dunia pendidikan sejatinya juga memperkuat komunikasi antara orang tua dan pihak sekolah dalam memantau perkembangan belajar anak. Ayah yang aktif mendampingi pendidikan anak dan remaja terbukti dapat meningkatkan motivasi belajar serta capaian akademik. Dampak psikologis dari kehadiran ayah pun berpengaruh besar terhadap proses tumbuh kembang anak.
Salah seorang ayah yang hadir mengambil rapor anaknya di SDN 11 Pondok Bambu mengapresiasi program GEMAR yang digagas Kemendukbangga/BKKBN. Ia mengaku telah berupaya menerapkan berbagai anjuran dalam program tersebut, termasuk mengantisipasi penggunaan gawai yang dikhawatirkan dapat menggantikan peran ayah dalam kehidupan anak.
“Sampai hari ini anak saya tidak setiap hari pegang gawai. Karena kami menanamkan dia hanya boleh melihat pengetahuan di gawai dan laptop. Dan itu hanya di hari Jumat hingga Minggu,” jelasnya, sebelum bergegas meninggalkan halaman sekolah.
Menteri Wihaji mengambilkan rapor anak Abinaya di SDN 11 Pondok Bambu, Jakarta Jumat 19 Desember 2025 yang ayahnya adalah seorang driver ojek online. (Antara)