Ntvnews.id
Di tengah jalan, bangkai sapi dan kambing tergeletak tanpa sempat diselamatkan. Lebih memilukan lagi, beberapa korban masih tertimbun di bawah lumpur, menunggu dievakuasi di tengah kondisi yang serba terbatas.
Lihat postingan ini di Instagram
Hal ini diketahui melalui unggahan akun media sosial Instagram @fakta.Indo, pada Minggu, 7 Desember 2025.
Arif, salah satu warga yang selamat, menggambarkan suasana seperti “kota zombie”.
Selama delapan hari penuh, warga hidup dalam kondisi yang sulit dibayangkan. Tidak ada listrik. Tidak ada air bersih. Tidak ada jaringan komunikasi. Mereka benar-benar terputus dari dunia luar.
Untuk bertahan hidup, banyak warga terpaksa meminum air dari genangan banjir pilihan terakhir yang berisiko namun tak bisa dihindari.
Kerusakan yang begitu ekstrem membuat banyak titik di Aceh Tamiang mustahil dijangkau. Jalan tertutup lumpur tebal, jembatan hanyut, dan akses darat nyaris hilang total. Tim penyelamat bekerja maraton, namun medan yang berat memperlambat upaya pertolongan.
Baru pada Kamis (4/12), bantuan pertama dari pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten akhirnya berhasil masuk. Sebanyak 30 ton sembako dan obat-obatan dikirimkan sebuah harapan kecil di tengah kehancuran besar.
Kini, Aceh Tamiang menghadapi babak baru: bertahan dan bangkit. Banyak wilayah seolah hilang dari peta rumah-rumah sudah tak dikenali, batas desa tak lagi jelas, dan fasilitas umum lumpuh total.
Foto udara situasi terkini bencana banjir di Kabupaten Aceh Tamiang, Rabu 3 Desember 2025. ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas (Antara)