Ntvnews.id, Jakarta - Pedagang pakaian bekas atau thrifting mengaku salah. Walau demikian, mereka mengaku tak tahu asal barang ilegal tersebut.
Hal ini dinyatakan para pedagang pakaian bekas yakni Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia, saat rapat dengan Komisi VI DPR RI hari ini.
"Kami sudah berjualan pakaian bekas dari era 1980-an sampai saat ini. Seiring perjalanan waktu, kami coba pelajari beberapa undang-undang. Memang selama ini kegiatan yang kami lakukan salah, tapi kami tidak tahu sumber barang dari mana. Kami tahunya beli dari para cukong-cukong hingga sampai ke kami," ujar Ketua Umum Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia WR Rahasdikin, saat rapat, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 2 Desember 2025.
"Makanya kemarin ada opini bola liar yang menyatakan pedagang membayar Rp550 juta kepada oknum, itu kami juga sebenarnya tidak tahu. Yang kami tahu nilai itu adalah biaya pengiriman per kontainer. Jadi kalau ada opini-opini yang menyesatkan dari rekan-rekan, saya pribadi minta maaf, karena mungkin ada tendensi di situ, ada keresahan teman-teman pedagang, karena sampai saat ini saya juga mempelajari beberapa undang-undang, terakhir itu Undang-Undang Nomor 7 tahun 2014, mengenai impor larangan terbatas," imbuhnya.
Pihaknya meminta agar para pedagang pakaian bekas bisa dimasukkan ke dalam kategori larangan terbatas (lartas) dalam undang-undang tersebut.
"Di undang-undang tersebut, penjelasan pakaian jadi dan aksesoris pakaian jadi yang menurut saya masih ambigu, apakah ini bisa dimasukkan kategorikan kami, pedagang pakaian bekas ini termasuk dalam kategori lartas, larangan terbatas atau tidak," jelas Rahasdikin.
Pihaknya juga berharap, agar para pedagang pakaian bekas masih bisa berjualan dan pihaknya siap membayar pajak.
"Terkait statement Pak Purbaya, terakhir itu katanya butuh pemasukan pajak. Pajak yang mana mau dinaikkan, kan ini merupakan suatu kesempatan pajak baru nih, kategorinya pajak impor pakaian bekas," tuturnya.
Rahasdikin juga mengungkapkan para pedagang pakaian bekas masih masuk ke dalam usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), karena segmen pedagang pakaian bekas menyasar pada masyarakat menengah ke bawah, yang biasanya kurang mampu untuk membeli pakaian dengan harga di atas Rp 100.000.
"Terkait UMKM, statement Pak Maman (Menteri UMKM) juga, ya kalau secara definisi kami juga termasuk UMKM. Kami tidak membantah apakah itu nanti dikatakan kami bersaing dengan UMKM atau apa, karena kami punya segmen pasar tersendiri, terutama masyarakat menengah ke bawah, yang kalau beli pakaian pasti mikir-mikir dahulu," tandas Rahasdikin.
Ketua Umum Aliansi Pedagang Pakaian Bekas Indonesia, WR Rahasdikin. (YouTube TVR Parlemen)