DPR Minta Pemerintah Kasih Keringanan Mahasiswa Korban Bencana Sumatra

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 1 Des 2025, 16:03
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Brimob Polri membantu korban bencana di Sumatra. Brimob Polri membantu korban bencana di Sumatra.

Ntvnews.id, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI meminta pemerintah memberikan keringan biaya pendidikan bagi mahasiswa yang terdampak bencana Sumatra. Hal ini dinyatakan Wakil Ketua Komisi X DPR RI, MY Esti Wijayati.

Esti meminta Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains dan Teknologi (Kemendikti Saintek) untuk memberikan dispensasi akademik dan keringanan Uang Kuliah Tunggal (UKT), serta akses internet yang terjangkau bagi mahasiswa dari daerah terdampak bencana.

"Kami berharap pemerintah dapat memberikan dispensasi atau penundaan pembayaran uang sekolah maupun uang kuliah bagi peserta didik yang terdampak. Kebijakan ini penting untuk meringankan beban keluarga yang sedang berjuang memulihkan kondisi," ujar Esti, Senin, 1 Desember 2025.

Menurut Esti, skala dampak bencana itu tak cuma merusak infrastruktur dan permukiman, tetapi juga mengguncang keberlangsungan pendidikan ribuan pelajar dan mahasiswa di seluruh Indonesia.

"Untuk itu, kami meminta kepada Kemendiktisaintek untuk segera mendata seluruh mahasiswa dari daerah terdampak bencana melalui kampus-kampus di seluruh Indonesia, dan memberikan dispensasi penundaan dan keringanan pembayaran SPP-nya. Mengingat ini sudah mendekati UAS dan memasuki semester genap 2026," papar Esti.

Esti juga menanggapi pernyataan Presiden Prabowo Subianto mengenai kemungkinan penetapan status darurat bencana nasional di Sumatera. Menurut dia, pernyataan Presiden menegaskan bahwa Indonesia berada dalam fase kedaruratan yang memerlukan respons terpadu, termasuk di sektor pendidikan tinggi yang kini di ambang UAS dan memasuki semester genap 2026.

"Karena itu, dispensasi dan keringanan UKT bagi mahasiswa menjadi penting. Ini untuk meringankan beban orang tua dan mahasiswa yang terdampak bencana alam," jelas Esti.

"Kebijakan ini harus berlaku bagi semua mahasiswa dari seluruh daerah terdampak bencana di Indonesia, bukan hanya Aceh, Sumut, Sumbar saja," sambungnya.

Ia mendesak Kemendikti Saintek untuk melakukan pendataan nasional secara cepat dan terintegrasi terhadap seluruh mahasiswa asal wilayah terdampak bencana. Termasuk dari Tapanuli Utara, Humbahas, Karo di Sumatra Utara, Aceh Timur, Aceh Utara, Aceh Tamiang, Bireuen hingga, Lhokseumawe.

Baca Juga: Mendagri Akan Selidiki Kayu Gelondongan yang Hanyut saat Banjir di Sumatera

Baca Juga:Aksi Solidaritas, PIS Bantu Masyarakat Terdampak Banjir Sumut, Sumbar, dan Aceh

Warga menunaikan shalat di area rumah yang rusak akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). Bencana banjir bandang yang terjadi pada Selasa (25/11) lalu menyebabka <b>(Antara)</b> Warga menunaikan shalat di area rumah yang rusak akibat banjir bandang di Desa Aek Garoga, Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan, Sumatera Utara, Minggu (30/11/2025). Bencana banjir bandang yang terjadi pada Selasa (25/11) lalu menyebabka (Antara)

Lalu untuk wilayah Sumatra Barat, terutama di Pesisir Selatan, Agam, dan Tanah Datar. Lalu Sumatra Selatan, Jambi, Kalimantan, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Selatan, pesisir Jawa-Bali, Papua dan Jakarta.

"Harus didata betul mahasiswa yang berasal dari daerah-daerah tersebut," ucap Esti.

Ia memastikan, pendataan ini tidak dapat menunggu laporan pasif. Namun, setiap kampus harus proaktif mengidentifikasi mahasiswa terdampak melalui fakultas, biro akademik, dan himpunan mahasiswa daerah.

Ia memandang, dispensasi akademik menjelang Ujian Akhir Semester (UAS) merupakan kewajiban negara, bukan kebijakan opsional.

"Mahasiswa yang sedang berada di daerah bencana mengalami hambatan serius; rumah rusak bahkan tenggelam, belum lagi kehilangan dokumen akademik, jaringan internet dan listrik putus, transportasi terputus, trauma dan kondisi keluarga tidak stabil," papar Esti.

Esti juga mengusulkan agar pemerintah memberikan fleksibilitas metode pembelajaran, serta mengeluarkan kebijakan force majeure bagi seluruh proses akademik. Dia menegaskan tak boleh ada mahasiswa yang gagal dalam studinya hanya karena ia menjadi korban bencana.

Esti juga mendorong penundaan pembayaran UKT Semester Genap 2026 tanpa denda, serta keringanan atau pemotongan UKT bagi mahasiswa dari keluarga yang kehilangan mata pencaharian.

“Kemendikti Saintek dan perguruan tinggi wajib memberikan beasiswa darurat bencana bagi mahasiswa yang terdampak secara ekonomi, serta memperluas KIP Kuliah untuk wilayah terdampak,” jelasnya.

Esti juga menilai, perlu diberlakukan skema cicilan UKT hingga situasi ekonomi keluarga mahasiswa yang terdampak kembali pulih.

“Kebijakan ini penting karena ribuan keluarga kehilangan rumah, lahan, dan pendapatan akibat bencana," terangnya.

Lebih jauh, Esti menyoroti masalah ribuan mahasiswa yang tidak dapat mengakses pembelajaran daring karena jaringan seluler rusak, pemadaman listrik, hilangnya perangkat, hingga ketiadaan wifi publik di posko pengungsian.

Esti lantas mendorong adanya kolaborasi lintas kementerian dan operator telekomunikasi, termasuk Komdigi, BAKTI, PLN, dan kampus untuk menyediakan wifi darurat di posko-posko pengungsian.

"Kirimkan akses internet bergerak atau mobile BTS ke titik terdampak. Berikan paket kuota darurat gratis bagi mahasiswa, dan pastikan pembelajaran daring tetap dapat diikuti mahasiswa terdampak," jelas Esti.

"Bantuan internet bukan fasilitas tambahan, melainkan kebutuhan akademik dasar dalam situasi darurat," tuturnya.

Esti pun menegaskan bahwa penanganan pendidikan di daerah bencana tidak bisa berjalan sektoral. Menurutnya, pemerintah pusat, perguruan tinggi, pemerintah daerah, operator telekomunikasi, hingga relawan harus saling mendukung dan bekerja sama.

Esti mengingatkan, sektor pendidikan tidak boleh menjadi korban koordinasi yang lemah karena bencana adalah ujian koordinasi nasional.

"Negara wajib memastikan bahwa bencana tidak merampas masa depan mahasiswa Indonesia. Pendataan, dispensasi akademik, keringanan UKT, dan akses internet darurat harus segera berjalan," ucap Esti.

“Tidak boleh ada satu pun mahasiswa yang tertinggal hanya karena ia menjadi korban bencana," imbuhnya.

Esti menyebut, Komisi X DPR berkomitmen mengawal kebijakan ini hingga seluruh mahasiswa terdampak benar-benar mendapatkan perlindungan pendidikan yang mereka butuhkan.

Dalam upaya membantu masyarakat, politikus PDIP juga menyatakan kesiapan untuk membuka program 'Bisa Makan' yaitu makan gratis bagi mahasiswa yang berkuliah di Yogyakarta, khususnya mahasiswa yang terdampak bencana banjir dan tanah longsor di berbagai wilayah.

Antara lain Kabupaten Pidie, Aceh Besar, Pidie Jaya, Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Subulussalam, Bireuen, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, Bener Meriah, Gayo Lues, Aceh Singkil, Aceh Utara, dan Aceh Selatan) di Provinsi Aceh, Kabupaten Sibolga, Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah dan Tapanuli Selatan Provinsi Sumatra Utara, dan kabupaten Padang Pariaman, Agam, dan Pasaman Barat Provinsi Sumatra Barat.

Esti pun mengajak seluruh masyarakat tanah air untuk bergotong royong dan mempertebal kepedulian kepada warga yang terdampak bencana.

x|close