Ntvnews.id, Moskow - Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan dukungan terhadap rencana perdamaian yang diusulkan Amerika Serikat (AS) untuk mengakhiri perang di Ukraina. Ia menilai rencana damai yang didukung Presiden Donald Trump itu dapat dijadikan dasar penyelesaian konflik antara Moskow dan Kyiv.
Dilansir dari AFP, Sabtu, 22 November 2025, Putin menegaskan bahwa jika Ukraina menolak rencana damai tersebut, pasukan Rusia akan terus bergerak maju. Ia bahkan mengancam akan merebut lebih banyak wilayah Ukraina jika Presiden Volodymyr Zelensky enggan melakukan negosiasi terkait rencana tersebut.
Rencana perdamaian AS yang berisi 28 poin itu mendukung tuntutan utama Rusia terkait penolakan atas keanggotaan Ukraina di NATO, serta memuat ketentuan yang dinilai memenuhi sebagian besar keinginan Moskow sejak invasi Februari 2022.
"Saya meyakini bahwa hal ini dapat digunakan sebagai dasar untuk penyelesaian damai final," ujar Putin dalam rapat Dewan Keamanan Rusia pada Jumat, 21 November 2025
Baca Juga: Rusia Sindir Skandal Korupsi Ukraina di PBB: Bukan Hal yang Mengejutkan
Putin menambahkan bahwa meski rencana tersebut belum dibahas secara rinci dengan AS, Moskow sudah menerima salinannya. Ia juga menyebut Ukraina dan sekutunya di Eropa tidak memahami kenyataan bahwa pasukan Rusia terus bergerak maju dan akan tetap maju kecuali ada kesepakatan damai.
Saat ini Rusia menguasai lebih dari 19 persen wilayah Ukraina sekitar 115.500 kilometer persegi hanya naik satu persen dari dua tahun lalu. Moskow menargetkan penguasaan penuh atas Donbas (Donetsk dan Luhansk), serta seluruh wilayah Kherson dan Zaporizhzhia.
"Ukraina dan sekutu-sekutu Eropanya masih hidup dalam ilusi dan bermimpi untuk mengalahkan Rusia secara strategis di medan perang," kata Putin.
Presiden AS Donald Trump (kiri) menyambut Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky di Gedung Putih di Washington, D.C., Amerika Serikat 18 Agustus 2025. ANTARA/Xinhua/Hu Yousong/aa. (Antara)
Putin juga mengklaim bahwa pasukan Rusia telah menguasai hampir seluruh Kupiansk di timur Laut Ukraina pada 4 November, meski Kyiv membantah klaim tersebut. Ia memperingatkan bahwa kemajuan semacam itu akan terus berlanjut jika Ukraina menolak rencana damai AS.
"Jika Kyiv tidak ingin membahas usulan Presiden Trump dan menolaknya, maka mereka dan para penghasut perang Eropa harus memahami bahwa peristiwa yang terjadi di Kupiansk pasti akan terulang di sektor-sektor kunci lainnya di garis depan," tegas Putin.
"Dan secara umum, itu akan menguntungkan kami," tambahnya, sembari menyatakan dirinya tetap terbuka untuk pembahasan lebih lanjut.
Baca Juga: Rusia Gagalkan Upaya Ukraina dan Inggris Curi Jet Tempur MiG-31 Pembawa Rudal Kinzhal
Sementara itu, Zelensky dalam pidato terbarunya pada Jumat, 21 November 2025 kembali menolak rencana damai AS, yang menurutnya memberi "pilihan yang sangat sulit" bagi Ukraina. Ia menilai rencana tersebut membuat Kyiv harus memilih antara mempertaruhkan martabat atau kehilangan dukungan dari AS. Meski begitu, Zelensky menegaskan akan mengajukan alternatif.
Berdasarkan rencana perdamaian AS, Ukraina akan menyerahkan sebagian wilayah timurnya kepada Rusia, memangkas jumlah tentaranya, serta berjanji tidak bergabung dengan NATO. Kyiv juga tidak akan menerima pasukan penjaga perdamaian Barat.
Sebaliknya, Rusia akan kembali diterima di kelompok G8 dan mendapat keringanan sanksi, meskipun sanksi itu akan diberlakukan kembali jika Moskow menginvasi Ukraina lagi.
Putin menyebut bahwa Moskow telah membahas rencana itu sebelum pertemuan di Alaska pada Agustus lalu dan telah melakukan sejumlah kompromi seperti yang diminta Washington.
"Pemerintah AS sejauh ini gagal mendapatkan persetujuan dari pihak Ukraina. Ukraina menentangnya," ujar Putin.
Presiden Rusia Vladimir Putin (President of Rusia)