Ntvnews.id, Moskow - Rusia menyampaikan bahwa pengesahan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) terkait Gaza yang digagas Amerika Serikat dipandang tidak sejalan dengan ketentuan hukum internasional mengenai pembentukan Negara Palestina.
Sehari sebelumnya, DK PBB mengadopsi resolusi yang membentuk Badan Perdamaian transisi dan memberikan mandat kepada International Stabilization Force (ISF) untuk mengelola pemerintahan, rekonstruksi, serta keamanan di Gaza hingga 31 Desember 2027. Masa berlaku mandat tersebut dapat diperpanjang berdasarkan keputusan lanjutan dari dewan.
Resolusi itu disetujui 13 negara anggota, sementara Rusia dan Tiongkok memilih untuk tidak memberikan suara.
Baca Juga: Kemhan: TNI Siap Berangkat Ke Gaza Setelah Ada Persetujuan PBB
Dilansir dari Anadolu, Kamis, 20 November 2025, dalam pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia menilai bahwa dokumen tersebut tidak memberi DK PBB “prerogatif yang diperlukan untuk menjaga perdamaian dan keamanan,” dan dinilai tidak sejalan dengan aturan hukum internasional mengenai pembentukan negara Palestina yang merdeka dan memiliki kontinuitas wilayah berdasarkan garis demarkasi 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota.
Moskow menjelaskan bahwa keputusan untuk abstain mempertimbangkan sikap Otoritas Palestina serta negara-negara Arab dan Muslim yang memberikan dukungan terhadap resolusi tersebut. Rusia menegaskan bahwa posisinya diambil untuk “menghindari kembalinya kekerasan dan aksi militer di Gaza.”
PBB (Istimewa)
Selain itu, Rusia menyoroti bahwa konflik di Gaza bisa saja dihentikan lebih cepat jika Amerika Serikat tidak menggunakan hak veto terhadap rancangan resolusi terkait penghentian pertempuran segera yang disebut telah dilakukan Washington sebanyak enam kali dalam dua tahun terakhir.
Pernyataan itu menekankan perlunya memastikan bahwa keputusan baru DK PBB tidak menjadi alasan bagi “eksperimen tak terkendali di wilayah Palestina yang diduduki,” serta tidak berubah menjadi putusan yang mengabaikan hak rakyat Palestina untuk menentukan nasib sendiri, sekaligus mengabaikan aspirasi keamanan dan perdamaian bagi warga Israel.
Baca Juga: PBB: Israel Masih Batasi Bantuan Kemanusiaan ke Gaza
Perwakilan Tetap Rusia untuk PBB, Vasily Nebenzya, sebelumnya juga memaparkan alasan abstain. Ia menilai bahwa rencana yang disetujui tersebut mengurangi peran Palestina dalam prosesnya.
Ia menyoroti bahwa “tidak ada kejelasan dalam rancangan mengenai batas waktu penyerahan kendali Gaza kepada Otoritas Palestina, maupun kepastian terkait Badan Perdamaian dan International Stabilization Force, yang…dapat bertindak sepenuhnya secara otonom tanpa mempertimbangkan posisi dan pandangan Ramallah,” ujarnya dalam sesi Dewan Keamanan setelah pemungutan suara.
Sejak pecahnya konflik pada Oktober 2023, hampir 69.500 warga Palestina mayoritas perempuan dan anak-anak—dilaporkan tewas, sementara lebih dari 170.700 lainnya mengalami luka-luka akibat perang Israel yang telah meratakan sebagian besar wilayah Gaza menjadi reruntuhan.
Suasana forum Debat Terbuka Dewan Keamanan PBB di Markas Besar PBB New York, Amerika Serikat, Rabu (25/9/2024) (Antara)