Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi Digital dan Sustainability Dewan Pers, Dahlan Dahi menyoroti urgensi penerapan regulasi baru yang secara tegas melindungi karya jurnalistik dari dampak kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI).
Menurutnya, tanpa payung hukum yang kuat, profesi wartawan dan keberlangsungan industri media nasional terancam kehilangan nilai dan eksistensinya.
Baca Juga: IDC 2025, AMSI Sebut Ada Ancaman AI Terhadap Eksistensi Media
Dahlan menjelaskan bahwa platform berbasis AI sering menggunakan berita dari media sebagai bahan baku secara gratis, sementara perusahaan media harus mengeluarkan biaya besar untuk memproduksi berita yang akurat dan berkualitas.
Ilustrasi. Kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI). (Foto: Istimewa)
Sebagai solusi, ia menegaskan perlunya menempatkan karya jurnalistik sebagai karya intelektual yang dilindungi undang-undang hak cipta. Langkah ini diharapkan dapat memberikan keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku industri media di tengah derasnya arus digitalisasi.
"Solusinya meletakkan karya jurnalistik sebagai karya yang dilindungi UU,” ujar Dahlan dalam acara Indonesia Digital Conference (IDC) 2025 yang digelar Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) di Jakarta, Rabu, 22 Oktober 2025.
Selain tantangan dari AI, Dahlan juga menyoroti banyaknya kreator konten yang memanfaatkan berita media tanpa izin untuk membuat konten yang dimonetisasi. Padahal, praktik tersebut berpotensi merugikan media yang seharusnya memperoleh pendapatan tambahan dari lisensi penggunaan konten berita.
”Ini belum diregulasi padahal seharusnya mereka bayar ke media, sehingga media bisa mendapat revenue lain selain iklan, yaitu dari lisensi konten beritanya,” kata Dahlan.
Menkum Supratman (Ntvnews.id/ Adiansyah)
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengumumkan inisiatif Protokol Jakarta.
Baca Juga: Menkum Supratman Umumkan Protokol Jakarta di IDC 2025, Perkuat Perlindungan Hak Cipta atas Berita
Hal ini menjadi langkah strategis pemerintah untuk memperkuat perlindungan hak cipta dan sistem royalti bagi pelaku industri kreatif, termasuk media dan jurnalis digital, di tengah gelombang disrupsi kecerdasan buatan (AI).
Supratman menyampaikan bahwa Protokol Jakarta merupakan tonggak penting dalam menegakkan kedaulatan intelektual bangsa.
“Bagi Menteri Hukum, tugas utama kami dalam ekosistem royalti adalah menciptakan perlindungan,” katanya.
Ia menekankan, perlindungan hak cipta tidak boleh berhenti pada pengakuan administratif semata, tetapi harus menghadirkan manfaat ekonomi yang nyata bagi kreator dan penerbit.