Direktur PT IIM Divonis 9 Tahun Penjara dalam Kasus Investasi Fiktif Taspen

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Okt 2025, 22:00
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen Ekiawan Heri Primaryanto berjalan keluar usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025. Terdakwa kasus dugaan korupsi investasi fiktif di PT Taspen Ekiawan Heri Primaryanto berjalan keluar usai menjalani sidang pembacaan putusan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Utama PT Insight Investment Management (IIM) periode 2016–2024, Ekiawan Heri Primaryanto, dijatuhi hukuman sembilan tahun penjara atas keterlibatannya dalam kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen (Persero) pada tahun 2019.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta yang dipimpin Purwanto Abdullah menyatakan Ekiawan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama, yang mengakibatkan kerugian keuangan negara mencapai Rp1 triliun.

"Ini sebagaimana dalam dakwaan pertama penuntut umum, yakni Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP," ujar Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan di Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025.

Selain hukuman penjara selama sembilan tahun, Ekiawan juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp500 juta.

"Apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 6 bulan," lanjut Hakim Ketua.

Majelis Hakim turut menjatuhkan pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar 253.660 dolar Amerika Serikat (AS).

"Dalam hal terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun," kata Hakim.

Jika uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik Ekiawan akan disita dan dilelang oleh jaksa.

Vonis ini sedikit lebih ringan dari tuntutan jaksa, yang sebelumnya meminta pidana penjara selama 9 tahun dan 4 bulan, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, serta uang pengganti 253.664 dolar AS subsider 2 tahun penjara.

Dalam pertimbangannya, Majelis Hakim mencatat beberapa hal yang meringankan, di antaranya terdakwa belum pernah dihukum, memiliki tanggungan keluarga berupa istri dan anak, serta bersikap sopan selama persidangan. Namun, hal yang memberatkan adalah perbuatan Ekiawan telah merugikan dana Tabungan Hari Tua (THT), yakni iuran dari 4,8 juta Aparatur Sipil Negara (ASN) yang setiap bulannya dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji.

Dana tersebut merupakan jaminan hari tua bagi para ASN yang mengabdi kepada negara dengan penghasilan terbatas dan berharap pada masa pensiun dapat menikmati kesejahteraan yang layak.

Hakim Ketua juga menyoroti kompleksitas modus operandi yang dilakukan terdakwa.

“Terdakwa menggunakan skema leading secara berlapis melalui PT Sinarmas Sekuritas, PT Pacific Sekuritas Indonesia, dan PT Valbury Sekuritas Indonesia, serta menggunakan lima reksa dana dalam pengelolaan PT IIM, yang menunjukkan adanya perencanaan matang dan tingkat kesengajaan yang tinggi,” tegasnya.

Lebih lanjut, hakim menyebut Ekiawan telah melanggar sembilan ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) tentang pedoman perilaku manajemen investasi dan POJK tentang reksa dana.

“Terdakwa juga tidak memiliki upaya pengembalian kerugian keuangan negara secara sukarela,” tambah Hakim Ketua.

Dalam perkara ini, Ekiawan dinilai bersama-sama dengan mantan Direktur PT Taspen, Antonius Kosasih, melakukan investasi fiktif yang merugikan negara sebesar Rp1 triliun. Tindakan tersebut disebut dilakukan untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, maupun korporasi.

Secara rinci, perbuatan tersebut memperkaya Antonius Kosasih sebesar Rp28,45 miliar, 127.037 dolar AS, 283 ribu dolar Singapura, 10 ribu euro, 1.470 baht Thailand, 20 pound Inggris, 128 yen Jepang, 500 dolar Hong Kong, dan 1,26 juta won Korea. Sementara itu, Ekiawan disebut memperkaya diri sebesar 242.390 dolar AS.

Selain keduanya, keuntungan dari tindak pidana ini juga mengalir ke sejumlah pihak lain, yakni Patar Sitanggang sebesar Rp200 juta, PT Insight Investment Management (IIM) sebesar Rp44,21 miliar, dan PT Pacific Sekuritas Indonesia sebesar Rp108 juta. Beberapa pihak lain yang turut menerima keuntungan adalah PT KB Valbury Sekuritas Indonesia sebesar Rp2,46 miliar, Sinar Emas Sekuritas Rp44 juta, dan PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (TPSF) Rp150 miliar.

(Sumber: Antara)

x|close