Kasus Korupsi Proyek PLTU 1 Kalbar Rugikan Negara Rp1,35 Triliun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 6 Okt 2025, 19:00
thumbnail-author
Muhammad Fikri
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo (tengah) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol. Totok Suharyanto (kanan) dan Kabagpenum Ropenmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi A. Chaniago (kiri) berbicara dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025). Kepala Kortastipidkor Polri Irjen Pol. Cahyono Wibowo (tengah) bersama Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigjen Pol. Totok Suharyanto (kanan) dan Kabagpenum Ropenmas Divisi Humas Polri Kombes Pol Erdi A. Chaniago (kiri) berbicara dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (6/10/2025). (ANTARA)

Ntvnews.id, Jakarta - Korps Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Kortastipidkor) Polri mengungkap kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) 1 Kalimantan Barat yang menyebabkan kerugian negara mencapai Rp1,35 triliun.

"Total kerugian keuangan negaranya itu Rp1,35 triliun dengan kurs sekarang," ujar Kepala Kortastipidkor Polri, Inspektur Jenderal Polisi Cahyono Wibowo di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Senin, 6 Oktober 2025.

Cahyono menjelaskan, jumlah tersebut merupakan kerugian total atau total loss dengan rincian sebesar 62.410.523,20 dolar AS atau setara Rp1,03 triliun dan Rp323.199.898.518. Kerugian ini berasal dari dana yang telah dikeluarkan perusahaan listrik milik negara kepada pihak swasta, yaitu KSO BRN, untuk proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar berkapasitas 2x50 megawatt (MW) yang tidak diselesaikan.

Baca Juga: Kapolri Rombak Pimpinan Brimob: Komandan Korps hingga Intel Diganti

"Untuk kontraknya sendiri ini sebenarnya EPCC, yaitu Engineering Procurement Construction Commissioning. Artinya, yang dihasilkan adalah output-nya. Karena output-nya tidak berhasil maka dalam konteks kerugian keuangan negara ini adalah total loss," jelasnya.

Kerugian tersebut telah ditetapkan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI pada 22 Juli 2025.

Sementara itu, Direktur Penindakan Kortastipidkor Polri Brigadir Jenderal Polisi Totok Suharyanto menyebut penyidik telah menetapkan empat tersangka dalam kasus ini, yakni FM selaku mantan direktur perusahaan listrik milik negara, HK selaku Presiden Direktur PT BRN, RR selaku Direktur Utama PT BRN, dan HYL selaku Direktur Utama PT Praba Indopersada.

Totok menjelaskan, kasus ini bermula pada tahun 2008 ketika perusahaan listrik milik negara mengadakan lelang pembangunan PLTU 1 Kalbar di Kecamatan Jungkat, Kabupaten Mempawah. Namun, sebelum pelaksanaan lelang, sudah terjadi pemufakatan untuk memenangkan PT BRN.

Baca Juga: 50 Tahun Berkarya Harvey Malaihollo Gelar Konser I'm Still Here pada 17 Oktober

“Dalam pelaksanaan lelang, KSO BRN-Alton-OJSC juga telah diatur agar diloloskan dan dimenangkan meskipun tidak memenuhi syarat administrasi dan teknis. Selain itu, diduga kuat bahwa perusahaan Alton-OJSC tidak tergabung dalam KSO yang dibentuk dan dikepalai oleh PT BRN,” kata Totok.

Pada tahun 2009, sebelum penandatanganan kontrak, KSO BRN mengalihkan seluruh pekerjaan kepada PT Praba Indopersada, termasuk penguasaan rekening KSO BRN, dengan kesepakatan pemberian imbalan kepada PT BRN. Tersangka HYL kemudian diberi hak sebagai pemegang keuangan KSO BRN.

“Dalam hal ini diketahui bahwa PT Praba juga tidak memiliki kapasitas untuk mengerjakan proyek PLTU di Kalbar,” ungkap Totok.

Selanjutnya, pada 11 Juni 2009, tersangka FM sebagai direktur perusahaan listrik milik negara bersama RR selaku Direktur Utama PT BRN menandatangani kontrak senilai 80.848.341 dolar AS dan Rp507.424.168.000,00. Kontrak tersebut berlaku efektif mulai 28 Desember 2009 hingga 28 Februari 2012.

Baca Juga: Alex Pastoor: Timnas Indonesia Lolos Piala Dunia 2026 Bukan Mimpi

Namun, hingga akhir kontrak, KSO BRN dan PT Praba Indopersada hanya menyelesaikan 57 persen pekerjaan. Bahkan sampai amandemen kontrak ke-10 yang berakhir pada 31 Desember 2018, penyelesaian baru mencapai 85,56 persen karena alasan ketidakmampuan keuangan.

“Akan tetapi, fakta sebenarnya pekerjaan telah terhenti sejak 2016 dengan hasil pekerjaan 85,56 persen sehingga PT KSO BRN telah menerima pembayaran dari perusahaan listrik milik negara sebesar Rp323 miliar dan sebesar 62,4 juta dolar AS,” tutur Totok.

Hingga kini, proyek pembangunan PLTU 1 Kalbar belum juga selesai dan tidak dapat dimanfaatkan, menyebabkan negara mengalami kerugian besar hingga Rp1,35 triliun.

 
(Sumber: Antara)
 
x|close