Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto menegaskan penolakannya terhadap praktik penjajahan yang masih berlangsung di era modern. Hal ini disampaikan dalam pidato penuh emosi di Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Selasa, 23 September 2025.
Prabowo mengingatkan dunia bahwa Indonesia sendiri pernah hidup di bawah dominasi kolonial, mengalami opresi, dan bahkan perbudakan selama ratusan tahun lamanya.
"Negara saya mengerti rasa sakit ini. Selama berabad-abad, Indonesia hidup di Bawah dominasi koloni, opresi, dan perbudakan. Kami pernah diperlakukan lebih rendah dari anjing di Tanah Air kami sendiri," tegas Prabowo dari podium.
"Kami, bangsa Indonesia, tahu rasanya ditolak keadilan dan hidup dalam apartheid, hidup dalam kemiskinan, dan ditolak dari kesetaraan,” tambah Prabowo.
Prabowo menyoroti paradoks modern, di mana kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi seharusnya mempermudah upaya mengentaskan kemiskinan, kelaparan, dan kerusakan lingkungan. Namun faktanya, sebagian wilayah di dunia masih diliputi perang dan ketidakpastian, yang menurutnya dipicu oleh kebodohan manusia yang disuburkan oleh ketakutan, kebencian, dan rasisme.
Baca Juga: Pidato Prabowo di Markas PBB Jadi Sorotan Media Utama Malaysia
Baca Juga: Hoaks! Prabowo Pecat Massal 200 Anggota DPR RI
Lebih jauh, Prabowo mengecam genosida dan pelanggaran hukum internasional yang terjadi di depan mata dunia tanpa adanya pertanggungjawaban. Ia mencontohkan situasi Palestina, khususnya di Jalur Gaza, sebagai bukti bahwa agresi dan penjajahan masih nyata hingga hari ini.
"Setiap hari kita menyaksikan penyiksaan, genosida, dan penghinaan terang-terangan terhadap hukum internasional dan kemanusiaan. Dan hari ini, kita tidak boleh berdiam diri ketika rakyat Palestina terus dirampas hak atas keadilan dan legitimasi yang seharusnya mereka miliki di ruang sidang ini," ujar Prabowo, menyinggung ketidakhadiran Presiden Palestina Mahmoud Abbas akibat penolakan visa oleh Amerika Serikat.
Dalam pidatonya, Prabowo menekankan pentingnya persatuan global untuk menentang pelanggaran hukum internasional dan mendukung semangat multilateralisme serta internasionalisme. Ia menutup dengan peringatan filosofis dari sejarawan Yunani kuno.
"Thucydides pernah mengingatkan: 'Yang kuat berbuat semaunya, sementara yang lemah menanggung akibatnya.' Kita harus menolak doktrin ini," ucap Prabowo.
Pidato Prabowo di PBB ini menjadi sorotan karena tidak hanya menyoroti sejarah panjang penindasan yang dialami Indonesia, tetapi juga mengaitkannya dengan isu global saat ini, menegaskan bahwa pelanggaran terhadap hak dan keadilan tidak boleh dibiarkan tanpa tindakan.