Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa seorang aparatur sipil negara (ASN) dari Direktorat Pengendalian Penggunaan Tenaga Kerja Asing (PPTKA) Kementerian Ketenagakerjaan sebagai saksi dalam penyidikan dugaan pemerasan terkait pengurusan rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA).
"Pemeriksaan bertempat di Gedung Merah Putih KPK atas nama ACZ, ASN Kemenaker yang pernah menjabat sebagai Subkoordinator di Direktorat PPTKA Kemenaker," ujar Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Jakarta, Selasa, 16 September 2025.
Selain ACZ, KPK juga memanggil tiga saksi lain, yaitu SHM yang pernah bekerja lepas di PT Belitung Makmur Mandiri pada 2023–2024, serta JF dan S yang berperan sebagai agen tenaga kerja asing (TKA).
Dari informasi yang diperoleh, ACZ diketahui adalah Ali Chaidar Zamani, Subkoordinator Uji Kelayakan dan Pengesahan RPTKA Sektor Industri Kemenaker.
Baca Juga: KPK Telusuri Dugaan Aliran Dana Kasus Haji ke Yaqut Cholil Lewat Perantara
Sebelumnya, pada Kamis, 11 September 2025, KPK sudah memeriksa dua mantan Subkoordinator Direktorat PPTKA, yakni Mustafa Kamal dan Eka Primasari, untuk mendalami perkara serupa. Pemeriksaan tersebut menyoroti dugaan penerimaan uang tidak resmi dari agen TKA, termasuk uang tunjangan hari raya (THR) tahunan yang hampir seluruh pegawai Direktorat PPTKA diduga terima dari agen TKA.
Pada 5 Juni 2025, KPK resmi mengumumkan delapan tersangka kasus pemerasan RPTKA di Kemenaker. Mereka adalah ASN bernama Suhartono, Haryanto, Wisnu Pramono, Devi Anggraeni, Gatot Widiartono, Putri Citra Wahyoe, Jamal Shodiqin, dan Alfa Eshad.
Menurut KPK, para tersangka mengumpulkan sekitar Rp53,7 miliar melalui praktik pemerasan dalam kurun waktu 2019–2024.
Baca Juga: KPK Telusuri Program Sosial BI saat Periksa Deputi Gubernur Filianingsih Hendarta
KPK menjelaskan bahwa RPTKA merupakan dokumen wajib bagi tenaga kerja asing untuk bisa bekerja di Indonesia. Apabila dokumen ini tidak diterbitkan Kemenaker, maka izin kerja dan izin tinggal tidak dapat diproses sehingga tenaga kerja asing berisiko terkena denda Rp1 juta per hari. Kondisi ini membuat pemohon RPTKA terpaksa memberikan uang kepada para tersangka.
Lembaga antirasuah itu juga menduga praktik pemerasan terkait RPTKA telah berlangsung sejak era Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin saat menjabat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009–2014), kemudian berlanjut pada masa Hanif Dhakiri (2014–2019), hingga era Ida Fauziyah (2019–2024).
Delapan tersangka tersebut kini ditahan KPK dalam dua tahap, yaitu empat orang pertama pada 17 Juli 2025 dan empat sisanya pada 24 Juli 2025.
(Sumber: Antara)