Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengonfirmasi pernyataan pendakwah sekaligus pemilik biro perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, Khalid Zeed Abdullah Basalamah, mengenai pengembalian uang dalam perkara dugaan korupsi kuota haji.
“Benar,” kata Ketua KPK Setyo Budiyanto saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, 15 September 2025.
Namun, Setyo menegaskan bahwa jumlah uang yang telah dikembalikan Khalid Basalamah masih belum diverifikasi oleh lembaganya.
Sebelumnya, Khalid—yang juga menjabat Ketua Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji)—menceritakan pengalamannya sebagai saksi kasus dugaan korupsi penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024. Cerita itu ia sampaikan melalui kanal YouTube Kasisolusi pada 13 September 2025.
Menurut Khalid, ia bersama 122 jemaah Uhud Tour telah melunasi biaya visa haji furoda termasuk akomodasi dan transportasi di Arab Saudi.
Baca Juga: KPK Ungkap Penyebab Khalid Basalamah Alihkan Kuota Haji Furoda ke Haji Khusus
Pendakwah, pemilik agensi perjalanan haji PT Zahra Oto Mandiri atau Uhud Tour, sekaligus Ketua asosiasi Majelis Utama Travel Indonesia Arahan Haji dan Umrah (Mutiara Haji) Khalid Zeed Abdullah Basalamah memberikan keterangan setelah diperiksa Komisi (ANTARA)
Tidak lama setelah itu, Komisaris PT Muhibbah Mulia Wisata Ibnu Mas’ud menghubungi Sekretaris Jenderal Mutiara Haji, Luthfi Abdul Jabbar, hingga akhirnya digelar pertemuan.
Dalam pertemuan tersebut, Ibnu Mas’ud menawarkan visa haji khusus yang disebut merupakan bagian dari 20.000 kuota tambahan resmi dari Pemerintah Arab Saudi. Meski awalnya menolak, Khalid mengaku mulai tertarik setelah ditawarkan fasilitas maktab VIP yang dekat dengan area jamarat.
“Ini akhirnya menarik nih. Oh kami bisa masuk sini nih. Selain visanya resmi, kami juga bisa dapat maktab VIP,” kata Khalid.
Ia menambahkan bahwa untuk mendapatkan fasilitas tersebut, setiap jemaah diminta membayar 4.500 dolar Amerika Serikat.
Kendati demikian, terdapat 37 dari 122 jemaah yang visanya belum diurus oleh Ibnu Mas’ud. Mereka bahkan diminta tambahan pembayaran sebesar 1.000 dolar AS per orang. Khalid baru menyadari bahwa uang itu dianggap sebagai biaya jasa untuk Ibnu Mas’ud.
Baca Juga: Khalid Basalamah Sebut Jadi Korban dalam Kasus Kuota Haji
Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas berjalan keluar usai menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (1/9/2025). Yaqut Cholil Qoumas dimintai keterangan selama tujuh jam terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji kh (Antara)
“Terus saya bilang, kenapa tiba-tiba antum (Ibnu Mas’ud) minta jasa? Dia bilang, antum (Khalid Basalamah) ini kayak orang enggak ngerti,” ujarnya.
“Antum sudah dibantu begini begitu, bahasanya, sambil marah-marah. Antum, ustaz, masa antum enggak paham?” kata Khalid menirukan perkataan Ibnu Mas’ud.
Khalid mengaku mempertanyakan hal tersebut karena sebagai ustaz, ia merasa wajib memahami batas halal dan haram. Tetapi Ibnu Mas’ud justru mengancam tidak akan melanjutkan pengurusan visa jemaah Uhud Tour.
“Pokoknya jemaah Uhud sudah tidak boleh diurus, kecuali mungkin kalau kami bayar itu. Ya sudah kami bayar karena kami enggak mungkin mundur,” jelasnya.
Usai ibadah haji berakhir, Khalid menyebut Ibnu Mas’ud sempat mengembalikan uang sebesar 4.500 dolar AS per jemaah.
Kemudian, KPK meminta agar uang itu diserahkan kembali.
“Waktu KPK undang kami, kami datang. KPK pun meminta uang itu dikembalikan, kami kembalikan. Kami sudah ikuti semua prosedur,” tutur Khalid.
Baca Juga: Khalid Basalamah Tak Penuhi Panggilan KPK Sebagai Saksi Kasus Korupsi Kuota Haji
KPK sendiri telah resmi mengumumkan penyidikan perkara dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada 9 Agustus 2025. Pengumuman dilakukan dua hari setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
Lembaga antirasuah juga menyampaikan sedang berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian keuangan negara dalam kasus ini.
Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan bahwa estimasi awal kerugian negara akibat kasus kuota haji mencapai lebih dari Rp1 triliun. Bersamaan dengan itu, tiga orang dilarang bepergian ke luar negeri, termasuk mantan Menag Yaqut Cholil Qoumas.
Selain penyidikan KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024.
Salah satu sorotan Pansus adalah kebijakan pembagian tambahan kuota 20.000 jemaah yang dibagi rata, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Kebijakan tersebut dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus hanya 8 persen, sedangkan 92 persen sisanya diperuntukkan bagi haji reguler. (Sumber : Antara)