Kementrans Perkirakan Kawasan Transmigrasi Berpotensi Sumbang Ekspor hingga Rp120 Triliun per Tahun

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Des 2025, 09:00
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara menyerahkan piagam penghargaan kepada perwakilan Tim Ekspedisi Patriot Kementerian Transmigrasi dalam Diseminasi Hasil Riset dan Rekomendasi Kebijakan Tim Ekspedisi Patriot Tahun 2025 di Jakarta, Selasa 23 Desember 2025. ANTARA/Uyu Septiyati Liman Menteri Transmigrasi (Mentrans) M Iftitah Sulaiman Suryanagara menyerahkan piagam penghargaan kepada perwakilan Tim Ekspedisi Patriot Kementerian Transmigrasi dalam Diseminasi Hasil Riset dan Rekomendasi Kebijakan Tim Ekspedisi Patriot Tahun 2025 di Jakarta, Selasa 23 Desember 2025. ANTARA/Uyu Septiyati Liman (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Kementerian Transmigrasi (Kementrans) melalui Tim Ekspedisi Patriot (TEP) memproyeksikan kawasan transmigrasi di berbagai daerah Indonesia memiliki potensi besar dalam menciptakan nilai ekspor baru yang diperkirakan mencapai Rp85 triliun hingga Rp120 triliun setiap tahun.

"Dari sisi perdagangan luar negeri, kawasan transmigrasi diproyeksikan mampu berkontribusi nilai ekspor baru sebesar Rp85-120 triliun per tahun terutama dari sawit hilir, kakao terfermentasi, specialty coffee (kopi berkualitas sangat tinggi), sagu, perikanan, dan peternakan," ucap Menteri Transmigrasi (Mentrans) M. Iftitah Sulaiman Suryanagara dalam Diseminasi Hasil Riset dan Rekomendasi Kebijakan Tim Ekspedisi Patriot Tahun 2025 di Jakarta, Selasa.

Iftitah menjelaskan, potensi peningkatan nilai ekspor tersebut dapat dimaksimalkan apabila pengembangan kawasan transmigrasi dilakukan secara terpadu. Pendekatan ini mencakup pembangunan infrastruktur dasar, penguatan hilirisasi melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih sebagai agregator, serta pemberian kepastian status pemanfaatan lahan.

Ia menyebutkan, langkah-langkah tersebut diproyeksikan mampu meningkatkan nilai tambah kawasan sebesar 20–35 persen, mendorong realisasi investasi sebesar 15–25 persen, serta menekan biaya logistik nasional hingga 10–20 persen dalam kurun waktu tiga sampai lima tahun mendatang.

Baca Juga: Kementrans Manfaatkan Riset Ekspedisi Patriot untuk Transformasi Transmigrasi

Selain itu, pengembangan kawasan transmigrasi yang terintegrasi juga diperkirakan akan meningkatkan produktivitas ekonomi kawasan dengan nilai mencapai Rp320 triliun hingga Rp410 triliun per tahun.

Meski demikian, Iftitah mengakui bahwa pembangunan kawasan transmigrasi masih menghadapi berbagai tantangan yang tidak ringan. Berdasarkan riset Tim Ekspedisi Patriot (TEP) Kementrans, lebih dari 70 persen kawasan transmigrasi di Indonesia saat ini belum didukung infrastruktur dasar yang berfungsi secara optimal.

Ia mengungkapkan sejumlah permasalahan yang ditemukan di lapangan, antara lain kondisi jalan produksi yang rusak, sistem irigasi yang belum menjangkau lahan pertanian, keterbatasan pasokan air bersih dan listrik, hingga belum tersedianya fasilitas cold storage yang memadai. Kondisi tersebut menyulitkan masyarakat dalam melakukan hilirisasi produk.

"Dampaknya sangat nyata, lebih dari 60 persen komoditas unggulan masih dijual dalam bentuk mentah, dan ketergantungan pada tengkulak melampaui 65 persen, sehingga nilai tambah justru dinikmati di luar kawasan transmigrasi," jelasnya.

Baca Juga: Kementrans Siapkan Wirausaha Wisata di Transmigrasi Tanjung Banun

Iftitah turut memaparkan sejumlah temuan kasus di berbagai daerah. Salah satunya adalah permintaan komoditas kemiri di Aceh yang mencapai lebih dari 5.500 ton per tahun, namun belum terkelola secara terintegrasi sebagai industri hilir. Sementara itu, Kawasan Transmigrasi Salor di Papua Barat memiliki lebih dari 243 ribu hektare lahan padi dengan pola tanam dua kali setahun, tetapi keuntungan petani masih tertekan oleh tingginya biaya logistik.

Ia juga menyebutkan bahwa wilayah Barelang di Kepulauan Riau memiliki potensi energi surya sebesar 5,03 kilowatt-peak (kWp) per hari, serta kedalaman laut antara 15 hingga 27 meter yang dinilai ideal untuk pengembangan pelabuhan internasional dan pusat industri maritim.

Menurut Iftitah, berbagai persoalan tersebut bukan disebabkan oleh minimnya anggaran pengembangan kawasan transmigrasi, melainkan karena investasi yang belum tepat sasaran.

"Investasi kecil yang presisi jauh lebih berdampak dibanding proyek besar yang tidak terhubung ke rantai nilai. Berdasar temuan tersebut, TEP 2025 menyusun peta investasi berbasis data yang siap untuk ditawarkan (kepada investor)," kata Iftitah.

 
(Sumber : Antara)
 
 
 
x|close