Ntvnews.id, Jakarta - Mantan Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Isa Rachmatarwata dituntut pidana penjara selama empat tahun dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya pada sejumlah perusahaan sepanjang periode 2008–2018.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Zulkifli menyatakan Isa Rachmatarwata terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan primer yang dibacakan dalam persidangan.
"Tuntutan pidana penjara dikurangkan sepenuhnya dengan masa penahanan yang telah dijalani oleh terdakwa dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan dalam rutan," kata JPU saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jumat, 12 Desember 2025.
Selain pidana badan, JPU juga menuntut Isa dikenakan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan.
JPU turut menuntut pidana tambahan berupa kewajiban membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp90 miliar. Apabila terpidana tidak membayar uang pengganti tersebut paling lama satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat dirampas oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti dimaksud.
Baca Juga: Dirjen Anggaran Kemenkeu Nonaktif Didakwa Rugikan Negara Rp90 Miliar dalam Kasus Jiwasraya
Jika terpidana tidak memiliki harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, lanjut JPU, maka dijatuhi pidana penjara selama satu tahun.
Dengan tuntutan tersebut, JPU meyakini Isa melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Menurut JPU, perbuatan Isa tidak mendukung program pemerintah dalam mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), sehingga menjadi hal yang memberatkan tuntutan.
"Selain itu, perbuatan Isa juga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara sebesar Rp90 miliar dan turut mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp16,8 triliun pada skandal kasus yang sama," kata JPU.
Meski demikian, JPU mempertimbangkan sejumlah hal yang meringankan, antara lain terdakwa bersikap sopan selama persidangan, memiliki tanggung jawab sebagai kepala keluarga, serta belum pernah dijatuhi hukuman sebelumnya.
Baca Juga: OJK Resmi Cabut Izin Usaha Jiwasraya, Operasional Dihentikan
Dalam perkara ini, Isa didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp90 miliar karena menyetujui produk asuransi pada saat kondisi PT Asuransi Jiwasraya dalam keadaan bangkrut. Perbuatan tersebut dilakukan ketika Isa menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK periode 2006–2012.
Tindak pidana tersebut diduga dilakukan baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan.
JPU juga meyakini perbuatan Isa telah memperkaya perusahaan reasuransi Provident Capital Ltd. sebesar Rp50 miliar serta Best Meridian Insurance Company sebesar Rp40 miliar, sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara.
Secara rinci, dana tersebut mengalir melalui pembayaran produk reasuransi kepada Provident Capital Ltd. pada 12 Mei 2010 sebesar Rp50 miliar, reasuransi PON 1 kepada Best Meridian Insurance Company pada 12 September 2012 sebesar Rp24 miliar, serta reasuransi PON 2 kepada perusahaan yang sama pada 25 Januari 2013 sebesar Rp16 miliar.
Atas perbuatannya, Isa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
(Sumber: Antara)
Arsip foto - Terdakwa kasus dugaan korupsi pengelolaan keuangan dan dana investasi PT Asuransi Jiwasraya Isa Rachmatarwata bersiap memberikan keterangan saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Jumat, 12 Desember 2025. Sidang beragenda pemeriksaan terdakwa dalam kapasitasnya semasa menjabat sebagai Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) periode 2006-2012. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/bar (Antara)