Dirjen Anggaran Kemenkeu Nonaktif Didakwa Rugikan Negara Rp90 Miliar dalam Kasus Jiwasraya

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Agu 2025, 15:17
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) nonaktif Isa Rachmatarwata usai menjalani sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025. (ANTARA/Agatha Olivia Victoria) Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) nonaktif Isa Rachmatarwata usai menjalani sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa 26 Agustus 2025. (ANTARA/Agatha Olivia Victoria) (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) nonaktif, Isa Rachmatarwata, didakwa merugikan keuangan negara hingga Rp90 miliar dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan dana keuangan dan investasi PT Asuransi Jiwasraya pada periode 2008–2018.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Zulkifli, menjelaskan bahwa Isa diduga tetap menyetujui produk asuransi meski Jiwasraya tengah berada dalam kondisi bangkrut, saat ia menjabat Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK (Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan) periode 2006-2012.

"Perbuatan terdakwa Isa Rachmatarwata dilakukan baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan Hendrisman Rahim, Hary Prasetyo, dan Syahmirwan," kata JPU dalam pembacaan dakwaan di sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Selasa, 26 Agustus 2025.

Menurut JPU, tindakan Isa telah memperkaya dua perusahaan reasuransi, yakni Provident Capital Ltd. sebesar Rp50 miliar dan Best Meridian Insurance Company sebesar Rp40 miliar, sehingga menimbulkan kerugian negara.

Baca Juga: Orang Tua Desak Polisi Bebaskan Ratusan Anak yang Ditangkap Saat Demo di DPR

Secara rinci, pembayaran dilakukan melalui produk reasuransi kepada Provident Capital Ltd. senilai Rp50 miliar pada 12 Mei 2010, kemudian reasuransi PON 1 senilai Rp24 miliar ke Best Meridian Insurance Company pada 12 September 2012, serta reasuransi PON 2 senilai Rp16 miliar ke perusahaan yang sama pada 25 Januari 2013.

Atas perbuatannya, Isa didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).

JPU memaparkan bahwa pada Desember 2009, kewajiban manfaat polis masa depan (KMPMD) Jiwasraya sudah menumpuk hingga Rp10,7 triliun. Untuk mengatasi hal tersebut, Jiwasraya kemudian membuat perjanjian reasuransi dengan Provident Capital Ltd. pada 15 Desember 2009.

Namun, perjanjian tersebut belum mendapat persetujuan Bapepam-LK dan baru disetujui pada April 2010. Pada 6 Januari 2010, Isa, selaku Kepala Biro Perasuransian Bapepam-LK, mengirim surat kepada Kepala Bapepam-LK mengenai upaya penyehatan Jiwasraya.

Baca Juga: Tokopedia Dikabarkan PHK Ratusan Karyawan, Manajemen Buka Suara

Mantan Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim, lalu melaporkan kepada Isa soal rencana skema reasuransi selama 17 tahun untuk menyelamatkan Jiwasraya. Isa kemudian menghubungkan Hendrisman dengan konsultan Bank Dunia, Rudolfo dan Escobar. Dari hasil diskusi dengan mereka, disampaikan kepada Isa bahwa reasuransi dapat dijalankan selama 10 tahun.

Namun, Isa justru menyetujui dan memberi tahu Jiwasraya secara lisan bahwa perusahaan hanya diberi waktu 2 tahun untuk melakukan penyehatan melalui reasuransi.

Karena keterbatasan waktu itu, Hendrisman melaporkan hal tersebut kepada Menteri BUMN periode 2007–2009, Sofyan Djalil. Sofyan merespons agar skema itu tetap dijalankan sesuai waktu yang ditetapkan dan akan dievaluasi setelah 2 tahun, yang akhirnya disetujui pihak Jiwasraya.

Jiwasraya kemudian mencoba menjalin kerja sama reasuransi dengan sejumlah perusahaan besar, seperti SCOR (Prancis), Willis Group (internasional), dan Swiss Re (Swiss).

Baca Juga: Karhutla Meluas di Aceh Selatan, Tim Gabungan Masih Berjuang Padamkan Api

"Namun perusahaan-perusahaan itu keberatan menjalin kerja sama reasuransi dengan alasan jumlah pertanggungjawaban yang terlalu besar dan perusahaan tersebut tidak ingin menggunakan model perusahaan tersebut hanya untuk Jiwasraya," ungkap JPU.

Karena gagal memperoleh mitra, Escobar akhirnya mencarikan perusahaan lain yakni Provident Capital Indemnity Ltd. dan Best Meridian Insurance Company.

Selain kerugian Rp90 miliar, JPU juga menyebut Isa diduga menyetujui beberapa produk Saving Plan dengan bunga tinggi, yang justru membebani Jiwasraya.

Karena hasil investasi Jiwasraya tidak mampu menutupi kewajiban, maka muncul utang klaim produk Saving Plan per 31 Desember 2019 sebesar Rp12,24 miliar, termasuk produk Bukopin Saving Plan, Saving Plan, dan JS Proteksi Saving Plan, yang disetujui dan dicatatkan Isa.

Baca Juga: KLB Campak di Sumenep, Dasco Hubungi Menkes

Pendapatan dari produk Saving Plan itu kemudian diinvestasikan Jiwasraya ke saham dan reksa dana. Dalam praktiknya, ada kesepakatan pengelolaan investasi antara Hendrisman, Direktur Keuangan Jiwasraya 2013-2018 Hary Prasetyo, Komisaris Utama PT Trada Alam Minera Heru Hidayat, dan Direktur Utama PT Hanson International Tbk. Benny Tjokrosaputro.

Kesepakatan itu berupa pembelian saham berisiko milik Heru dan Benny, yang pada akhirnya tidak memberikan keuntungan dan memperburuk likuiditas Jiwasraya.

Hasil investigasi menunjukkan bahwa pengelolaan investasi Jiwasraya dalam periode 2008–2018 menyebabkan kerugian negara sebesar Rp16,02 triliun.

Menurut JPU, kerugian itu terjadi akibat pengaturan transaksi saham dan reksa dana oleh Hendrisman, Hary, dan Syahmirwan, bersama Heru dan Benny, yang dikendalikan oleh Heru dan Benny untuk memperkaya diri secara melawan hukum.

Sebagai catatan, Hendrisman dan Hary sebelumnya telah divonis masing-masing 20 tahun penjara. Sementara Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro divonis penjara seumur hidup, serta Syahmirwan dijatuhi hukuman 18 tahun penjara.

(Sumber: Antara)

x|close