Ntvnews.id, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaharuan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) melayangkan somasi terbuka kepada pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Mereka mendesak pemerintah serta DPR menghentikan proses pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) KUHAP, yang sedianya akan dibawa ke rapat paripurna pada pekan depan.
Sebab, proses penyusunan revisi KUHAP sarat manipulasi dan tak mencerminkan partisipasi bermakna warga negara.
"Kami mengingatkan, sekali lagi, kami mengingatkan kepada DPR RI dan juga pemerintah untuk berhenti melakukan praktik manipulasi partisipasi bermakna warga negara, bahkan juga pencatutan-pencatutan nama masyarakat sipil dan juga kebohongan yang dilakukan oleh DPR RI yang mengatasnamakan masukan warga, padahal tidak demikian adanya," ujar Wakil Ketua YLBHI Arif Maulana, Minggu, 16 November 2025.
Menurutnya, proses legislasi dilakukan tanpa penjelasan memadai mengenai alasan dan pertimbangan pemerintah maupun DPR, dalam menyusun pasal-pasal revisi KUHAP.
"Yang itu kita tidak tahu disengaja atau tidak, tapi kami mengingatkan sekali lagi kepada DPR RI dan juga pemerintah Republik Indonesia agar proses penyusunan legislasi, khususnya Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana, memastikan disusun untuk melindungi kepentingan warga negara. Bukan untuk melindungi kepentingan penguasa atau, bahkan kemudian untuk kepentingan aparat atau institusi penegak hukum tertentu saja," paparnya.
Arif mengatakan, persoalan tersebut terjadi baik dari aspek formal atau substansi. Materi RUU KUHAP saat ini dipandang jauh dari semangat penghormatan dan perlindungan hak asasi manusia.
"Oleh karena itu… kami melihat ini bermasalah, ini tidak dijalankan, terlebih kemudian berakibat pada substansi atau materi KUHAP yang jauh-jauh dari semangat penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak asasi manusia," kata Arif.
Dalam somasinya, Koalisi Masyarakat Sipil menyampaikan lima tuntutan utama, antara lain:
1. Presiden diminta menarik draf RUU KUHAP agar tidak dilanjutkan ke tingkat II atau paripurna DPR RI. Koalisi menilai RUU ini perlu dibahas ulang demi sistem peradilan pidana yang transparan, akuntabel, adil, dan inklusif.
2. DPR RI diminta membuka dan mempublikasikan secara resmi draf RUU KUHAP beserta hasil pembahasannya, khususnya hasil Panja per 13 November 2025.
3. Pemerintah dan DPR diminta merombak substansi draf RUU KUHAP dan membahas ulang arah konsep perubahan untuk memperkuat judicial scrutiny dan mekanisme check and balances. Koalisi mengingatkan bahwa usulan masyarakat sipil sudah diserahkan kepada pemerintah dan DPR.
4. Pemerintah dan DPR diminta tidak menggunakan alasan menyesatkan publik terkait kebutuhan pemberlakuan KUHP baru untuk memburu-buru pengesahan revisi KUHAP yang dinilai masih bermasalah.
5. Pemerintah dan DPR diminta meminta maaf kepada publik karena dianggap memberikan informasi yang tidak benar terkait masukan masyarakat sipil.
Diketahui, pembahasan revisi KUHAP di DPR sudah memasuki tahap akhir. Komisi III DPR dan pemerintah sepakat membawa RUU KUHAP ke pembicaraan tingkat II atau rapat paripurna.
Lokataru Foundation menghadiri rapat dengar pendapat umum bersama Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Senin 29 September 2025. ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi. (Antara)