MK Nyatakan Ketentuan 2 Siklus Hak Tanah di IKN Bertentangan dengan Konstitusi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Nov 2025, 17:08
thumbnail-author
Satria Angkasa
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin sidang pembacaan putusan uji materiil UU Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). MK mengabulkan uji materiil terhadap pasal 28 ayat (3) UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kini anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (kanan) didampingi Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin sidang pembacaan putusan uji materiil UU Polri di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11/2025). MK mengabulkan uji materiil terhadap pasal 28 ayat (3) UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga kini anggota Polri aktif harus mengundurkan diri atau pensiun untuk menduduki jabatan di luar kepolisian. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/bar (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) menetapkan bahwa ketentuan jangka waktu hak atas tanah dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2023 tentang Ibu Kota Nusantara (IKN) yang memungkinkan pemberian hak dalam dua siklus dinyatakan bertentangan dengan konstitusi atau inkonstitusional.

Melalui Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024, MK memberikan tafsir baru terhadap pengaturan mengenai siklus hak atas tanah (HAT), yang meliputi hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai (HP) sebagaimana termuat dalam Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) Undang-Undang IKN.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk sebagian,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan di Jakarta, Kamis, 13 November 2025.

Putusan ini diajukan oleh Stepanus Febyan Babaro, warga asli Suku Dayak, bersama Ronggo Warsito, warga Sepaku.

Dengan adanya keputusan ini, MK menafsirkan ulang Pasal 16A ayat (1) Undang-Undang IKN. Kini, hak atas tanah dalam bentuk HGU diberikan untuk jangka waktu paling lama 35 tahun, dengan perpanjangan hak paling lama 25 tahun, dan pembaruan hak paling lama 35 tahun, berdasarkan kriteria serta tahapan evaluasi.

Baca Juga: Menko PMK Pratikno Telusuri Kasus Warga Baduy Korban Begal yang Ditolak Rumah Sakit

Sebelum adanya tafsir baru tersebut, pasal itu mengatur bahwa HGU diberikan paling lama 95 tahun untuk satu siklus pertama, dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua paling lama 95 tahun, juga berdasarkan kriteria dan tahapan evaluasi.

Adapun untuk Pasal 16A ayat (2), MK menetapkan bahwa HGB diberikan hak paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui paling lama 30 tahun sesuai kriteria dan evaluasi. Sebelumnya, aturan tersebut memperbolehkan HGB diberikan untuk satu siklus pertama selama 80 tahun dan bisa diberikan kembali untuk siklus kedua selama 80 tahun.

Selanjutnya, MK juga mengubah Pasal 16A ayat (3) menjadi bahwa hak pakai (HP) diberikan paling lama 30 tahun, dapat diperpanjang 20 tahun, dan diperbarui paling lama 30 tahun, berdasarkan evaluasi yang sama. Sebelumnya, HP dapat diberikan untuk satu siklus pertama 80 tahun dan siklus kedua 80 tahun.

Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan bahwa tafsir baru ini muncul karena adanya ketidakjelasan norma pada Pasal 16A ayat (1) UU IKN dan penjelasannya.

Menurut Enny, norma tersebut seolah-olah menetapkan HGU langsung diberikan selama 95 tahun, padahal penjelasan pasal menyebut pemberian dilakukan bertahap — dengan masa 35 tahun pertama, kemudian perpanjangan 25 tahun, dan pembaruan 35 tahun.

“Sebab, persoalannya terletak pada perumusan norma pokok yang menentukan atau menggunakan frasa melalui satu siklus dan dapat diberikan kembali untuk satu siklus kedua, yang menurut Mahkamah maknanya sama dengan memberikan batasan waktu yang sekaligus,” ujar Enny.

Baca Juga: Pembangunan Sarana Legislatif-Yudikatif Senilai Rp3,85 T di IKN Dimulai

Ia menambahkan, Pasal 16A ayat (1) bahkan mengatur jangka waktu 95 tahun untuk siklus pertama HGU dan 95 tahun lagi untuk siklus kedua, yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun.

“Ketentuan ini tidak sejalan atau memperlemah posisi negara dalam menguasai HAT, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3) UUD NRI Tahun 1945,” kata Enny.

Mahkamah menyadari bahwa pemerintah berupaya meningkatkan daya tarik investasi melalui jangka waktu HAT yang lebih kompetitif. Namun, menurut MK, kebijakan khusus seperti itu tidak boleh bertentangan dengan prinsip konstitusi.

Setelah menelaah secara mendalam, MK menilai bahwa substansi Penjelasan Pasal 16A ayat (1) sebenarnya sudah sejalan dengan Putusan MK Nomor 21-22/PUU-V/2007 yang sebelumnya menguji Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal.

Oleh karena itu, demi menjaga keselarasan antara norma batang tubuh dan penjelasan pasal, serta menciptakan kepastian hukum, MK menegaskan bahwa pemberian hak tanah dua siklus sebagaimana diatur dalam Pasal 16A ayat (1) bertentangan dengan UUD 1945, kecuali dimaknai sesuai penjelasan yang sudah ada.

“Artinya, batasan waktu paling lama 95 tahun dimaksud dapat diperoleh sepanjang memenuhi persyaratan selama memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi. Oleh karena itu, dalil para Pemohon yang mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 16A ayat (1) UU 21/2023 adalah beralasan menurut hukum,” tegas Enny.

Karena substansi norma Pasal 16A ayat (1) memiliki kesamaan dengan ayat (2) dan ayat (3), MK menegaskan bahwa pertimbangan hukum terkait inkonstitusionalitas juga berlaku sama untuk kedua ayat tersebut.

(Sumber: Antara)

x|close