Ntvnews.id, Jakarta - Usulan pemberian gelar pahlawan nasional kepada Presiden ke-2 RI Soeharto kembali menuai pro dan kontra di masyarakat.
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Usman Hamid mengkritik pemberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, karena menyisakan tanggung jawab hukum dan catatan pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Menurutnya wacana penghapusan nama Soeharto dari TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) melalui surat dari Partai Golkar dan pimpinan MPR justru menimbulkan persoalan baru.
"Masalahnya adalah surat itu terlalu lemah dan tidak mengatakan apa-apa tentang pencabutan nama mantan Presiden Soeharto. Bahkan surat dari Pimpinan MPR tertanggal 24 September tahun lalu menyatakan dengan tegas proses hukumnya masih berlangsung," ucap Usman dalam program NTV PRIME dengan tema Menyoal Gelar Pahlawan Soeharto pada 7 November 2025.
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Usman Hamid mengkritik pemberikan gelar pahlawan kepada Soeharto
Baca juga: Soal Anugerah Gelar Pahlawan Nasional ke Soeharto Besok, Bahlil: Mudah-mudahan, Kita Doain
Pasalnya meski Soeharto telah meninggal dunia dan proses pidananya otomatis gugur, tanggung jawab perdata tetap berjalan.
"Meskipun telah meninggal dunia dan meskipun secara pidana gugur, secara perdata proses hukumnya masih berlanjut. Bahkan gugatan perdata oleh kejaksaan Agung baru sebagian dibayarkan," bebernya.
Selain itu, Usman menilai syarat kepahlawanan berdasarkan undang-undang harus mempertimbangkan keteladanan moral serta prinsip kemanusiaan dan keadilan.
"Saya kira dengan pertimbangan itu mantan Presiden Soeharto belum memenuhi syarat," bebernya.
Usman menilai pemberian gelar pahlawan kepada Soeharto justru akan menormalisasi pelanggaran HAM yang terjadi selama masa pemerintahannya.
"Ini dianggap sebagai bagian dari infrastruktur impunitas, infrastruktur dimana kejahatan-kejahatan sangat serius di masa lalu tidak dibuka, tidak diadili," lanjutnya.
Ia menyebut berbagai kasus, mulai dari pembunuhan massal 1965, peristiwa Talangsari, penindasan aktivis pro demokrasi, hingga pelanggaran HAM di Aceh dan Papua itu terjadi dalam kebijakan negara di bawah Soeharto.
"Belum lagi kalau kita bicara pemberangusan kebebasan pers, pemberedelan sejumlah media di saat itu dan juga kebebasan di dunia akademik," jelasnya.
Baca juga: Ramai Golkar Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional, Bahlil: Gus Dur dan Habibie Juga Layak
Bagi Usman, pengangkatan Soeharto sebagai pahlawan nasional akan mengaburkan batas moral bangsa.
“Kalau itu diteruskan, maka kita akan kehilangan kompas moral, kita akan kehilangan pedoman mana yang baik, yang buruk, yang salah, yang benar, yang etis dan tidak etis," ujarnya.
Ia pun menyerukan agar pemerintah membatalkan rencana tersebut.
"Jadi saya kira tindakan pemerintah atau kebijakan pemerintah untuk menjadikan Soeharto sebagai pahlawan nasional harus dibatalkan," tandasnya.
Pengurus Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik (LHKP) PP Muhammadiyah Usman Hamid mengkritik pemberikan gelar pahlawan kepada Soeharto