Ntvnews.id, Jakarta - Presiden Prabowo Subianto memimpin upacara Ziarah Nasional dan Renungan Suci dalam rangka memperingati Hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta, Senin (10/11/2025) pukul 00.00 WIB.
Dalam upacara tersebut, Presiden Prabowo meletakkan karangan bunga di makam pahlawan sebagai bentuk penghormatan dan rasa terima kasih bangsa atas jasa para pejuang.
Suasana khidmat menyelimuti area pemakaman di bawah temaram dini hari saat Presiden Prabowo memimpin prosesi mengheningkan cipta.
Semangat Kepahlawanan dari Surabaya
Peringatan Hari Pahlawan juga digelar di Surabaya, Jawa Timur, melalui konser dan pameran bertajuk "Bangga Merdeka untuk Indonesia Raya".
Acara yang diinisiasi oleh Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTA) ini menjadi simbol semangat untuk mempertahankan nilai-nilai kemerdekaan Indonesia sejak 17 Agustus 1945 dan berdirinya Republik Indonesia pada 18 Agustus 1945.
Pameran foto yang menampilkan jejak perjuangan para pahlawan Indonesia diharapkan mampu menumbuhkan kembali semangat nasionalisme generasi muda. Sejumlah pejabat dari Pemprov Jawa Timur, Polda Jatim, serta perwakilan Mabes Polri turut hadir.
Sejarawan Erwien Kusuma dalam program
Brigjen Pol Langgeng Purnomo, Karobinkar SSDM Polri, menyampaikan apresiasi atas peran Polri dalam perjuangan bangsa.
"Terima kasih yang telah menampilkan peran Polri di bawah kepemimpinan Bapak Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo. Kita juga diajar untuk mengingat peran ulama, santri dan pesantren dalam perjuangan kemerdekaan. Sebab kemerdekaan bukanlah hasil perjuangan individu semata, melainkan perjuangan kolektif seluruh elemen masyarakat termasuk para kiai santri di banyak pondok pesantren," ujar Langgeng Purnomo dalam program "Abraham" edisi special Hari Pahlawan: "Menjaga Api Pahlawan", Senin, 10 Novemver 2025.
Menelusuri Jejak Sejarah di Pameran "Bangga Merdeka untuk Indonesia Raya"
Menurut sejarawan Erwien Kusuma, pameran tersebut menampilkan rekam jejak perjuangan bangsa, mulai dari pertempuran Surabaya hingga detik-detik Proklamasi Kemerdekaan.
"Hari Pahlawan 10 November 1945 itu perang 10 November, Surabaya. Itu kemudian diperingati sebagai hari Pahlawan Nasional. Karena dampak dari peperangan itu yang sangat besar sekali. Pertempuran yang legendaris. Hampir seluruh Jawa merapat ke Surabaya untuk bertempur saat itu," ujar Erwien.
Dia menyebut, kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamasikan pada 17 Agustus. Namun, pada 18 Agustus, dengan terpilihnya Presiden dan Wakil Presiden serta disahkannya Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, secara resmi berdirilah negara Indonesia.
"Suasana saat itu masih dalam masa perang. Pada periode tersebut, banyak bermunculan poster-poster yang menggambarkan ajakan Soekarno kepada bangsa Indonesia untuk terus mempertahankan kemerdekaan. Ketika Belanda mendarat, Indonesia melakukan perlawanan. Poster dan surat kabar memiliki peran yang sangat penting dalam menyebarkan berita tentang kemerdekaan, termasuk juga radio," jelasnya.
"Ada 18 foto yang diambil oleh Alex Mender bersaudara. Salah satunya adalah foto yang diambil pada 17 Agustus, ketika setelah pembacaan teks proklamasi dilakukan pengibaran bendera Merah Putih. Dalam foto itu tampak Soekarno dan (Muhammad) Hatta," tambahnya.
Dia juga menuturkan naskah Proklamasi ditulis tangan oleh Soekarno pada dini hari 17 Agustus 1945, kemudian diketik oleh Sayuti Melik, dan dibacakan di Pegangsaan Timur 56.
Menariknya, berita proklamasi juga disebarkan dalam berbagai bahasa daerah, termasuk bahasa Madura. Ditegaskannya, PCTA melalui pameran ini ingin menggali kembali filosofi kemerdekaan.
"Kemudian kami pilih satu quote menarik dari (Kyai) Mochammad Muchtar Mu'thi tahun 2001, beliau menyatakan 'gerak hidup manusia itu ditentukan oleh gerak jiwanya. Arah gerak jiwanya itu ditentukan oleh keyakinan apa yang menjiwai jiwa manusia itu sendiri'. Yang bertempur itu enggak hanya tentara, tidak hanya polisi, tidak hanya badan militer, tidak hanya santri dan ulama, tapi juga rakyat semuanya. Ada petani juga ikut bertempur, ada ibu-ibu yang diinterogasi, ada laskar. Kemudian ada guru-guru juga yang di saat itu masih bertahan untuk mengajar di pesantrennya," imbuh Erwien.
Mengenang Para Pahlawan Bangsa
Pameran ini juga menampilkan kriteria pahlawan nasional berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2009, serta deretan tokoh seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sudirman, Sjahrir, Cut Meutia, Dewi Sartika, Ismail Marzuki, hingga Wage Rudolf Soepratman.
Dari Surabaya dan Jawa Timur sendiri, terdapat enam tokoh besar seperti KH Mas Mansyur, H.O.S Tjokroaminoto, Dr. Soetomo, KH Abdul Wahab Chasbullah, dan Gubernur Ario Soerjo.
Selain itu, Abdul Wahab Saleh, fotografer yang mengabadikan momen legendaris perobekan bendera Belanda di Hotel Yamato, juga mendapat sorotan.
"Tanpa Abdul Wahab Saleh, kita mungkin tidak punya dokumentasi penting tentang pertempuran Surabaya," ujar Erwien.
Sejarawan Erwien Kusuma dalam program
Kepahlawanan Modern dan Peran Polri
Erwien menjelaskan bahwa Polri memiliki dua pahlawan nasional, yaitu Jenderal Polisi (Purn) Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo, Kapolri pertama yang meletakkan dasar organisasi kepolisian Indonesia, dan Komjen Pol (Purn) Moehammad Jasin, pendiri Brigade Mobil (Brimob).
"Baru dua (sosok) ini yang pada pada periode kepemimpinan Pak Jokowi diangkat menjadi pahlawan nasional. Sosok Kapolri pertama ini adalah orang yang berjasa dalam meletakkan fondasi organisasi polisi Indonesia. Kenapa itu menjadi penting? Sekarang di suasana perang antara pasukan Belanda dan pasukan Indonesia itu harus ada pasukan atau entitas keamanan yang netral yaitu polisi. Menjaga status quo, menjaga garis perbatasan di mana tidak boleh terjadi perang, dan organisasi yang menjaga status quo ini atau garis-garis demarkasi ini harus diakui secara internasional," ungkapnya.
Dia menyebutkan, Raden Said Soekanto Tjokrodiatmodjo merupakan Kapolri yang meletakkan dasar bagi organisasi ini agar diakui sebagai kepolisian oleh dunia internasional, sehingga ketika menengahi perang antara Indonesia dan Belanda, keberadaan mereka diakui secara sah.
"Mereka diakui, itu jasa beliau meletakkan dasar organisasi di bawah Kabinet Sjahrir waktu itu. Beliau Kapolri cukup panjang sampai pemerintahan Soekarno masih Kapolri, kemudian berhenti terus terjadi kaderisasi," cetus Erwien. Sementara, Moehammad Jasin, adalah sosok yang mendirikan Brigade Mobil (Brimob) Polri. "Jadi polisi istimewa itu kemudian oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman dijadikan bagian dari Brimob yang membantu perang dalam menghadapi NICA (Netherlands Indies Civil Administration) di agresi militer pertama dan agresi militer kedua," ujar Erwien.
Erwien juga menyoroti makna kepahlawanan di masa modern. Dia menilai perjuangan kini tidak lagi di medan perang, tetapi melalui pengabdian dalam kehidupan sehari-hari, termasuk saat masa pandemi Covid-19.
"Saya melihat sebagai kurator bahwa ada milestone penting bagaimana kepahlawanan modern itu muncul saat pandemi. Semua berkorban. Ada dokter, ada perawat di garis depan. Ada orang-orang yang kita harus lockdown di dalam rumah tapi mereka tetap harus ada di lapangan untuk memastikan hidup berjalan. Ada program warga bantu warga, termasuk percepatan vaksinasi,semua pihak terlibat, salah satunya polisi," tambahnya.
Dia menjelaskan bahwa dalam pameran ini, pihaknya menyoroti peran kepolisian dengan menarik benang merah dari keteladanan figur Moehammad Jasin dalam perjuangan Surabaya pada 10 November.
"Saat ini, Polri memiliki medan perjuangan yang berbeda. Salah satu booth di pameran ini menampilkan hasil nyata dari program-program yang telah dijalankan. Misalnya, penanaman jagung yang kini mulai mewujudkan swasembada jagung, serta gerakan pemanfaatan lahan pekarangan masyarakat yang turut mendukung optimalisasi lahan kosong demi ketahanan pangan nasional. Momentum ini juga bertepatan dengan peringatan HUT ke-79 Polri pada 1 Juli 2025 lalu, di mana Presiden Prabowo Subianto memberikan apresiasi atas capaian Polri,” ujar Erwien.
Erwien menambahkan, melalui peringatan Hari Pahlawan Nasional 10 November, masyarakat diajak untuk menumbuhkan rasa bangga sebagai bangsa merdeka dan menanamkan optimisme agar Indonesia menjadi lebih baik.
Dia juga mengingatkan bahwa tantangan ke depan tidak mudah, karena generasi masa kini hidup di era yang penuh perubahan dan disrupsi teknologi.
Sejarawan Erwien Kusuma dalam program
Menatap Indonesia dengan Rasa Bangga Merdeka
Menurut Erwien, tantangan Indonesia ke depan bersifat global, baik politik, ekonomi, maupun sosial. Namun semangat kemerdekaan harus menjadi sumber kekuatan untuk membangun bangsa.
"Kemerdekaan harus menjadi spirit untuk memperkuat cinta Tanah Air, kembali kepada Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, dan NKRI," ujarnya.
Dia juga mengutip pesan Mohammad Hatta, "Indonesia merdeka bukan tujuan akhir, melainkan syarat untuk mencapai kebahagiaan dan kemakmuran rakyat."
"Indonesia ini, Bhinneka Tunggal Ika. Kita ini dari berbagai pulau yang terpisah satu sama lain tapi memiliki satu memori kolektif yang sama, sejarah yang sama melawan penjajahan, itu modal dasar yang besar untuk kemudian memupuk rasa persaudaraan, rasa kebangsaan, dan nasionalisme. Tentunya tadi kita mengingat apa yang dikatakan Bung Hatta, kebahagiaan dan kesejahteraan, keadilan itu menjadi pengikat utama bagi nasionalisme dan nilai-nilai kebangsaan ini supaya tetap terus relevan, satu bangsa, satu nusa, tapi juga sama-sama bahagia, sama-sama sejahtera tanpa terkecuali," tukas Erwien.
Ketua Umum Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTA Indonesia), I Dewa Nyoman S. Hartana dalam
Ketua Umum Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTA Indonesia), I Dewa Nyoman S. Hartana, memaknai pesan kebangsaan yang disampaikan oleh Kyai Mochammad Muchtar Mu'ti sebagai bentuk keprihatinan terhadap kondisi bangsa saat ini.
Menurutnya, banyak hal di negeri ini yang perlu diperbaiki, terutama dalam hal arah dan semangat kebangsaan rakyat Indonesia.
"Beliau (Mu’ti) prihatin melihat bangsa kita seolah kehilangan arah. Dari keprihatinan itu, beliau ingin mendirikan organisasi yang mengajak tokoh-tokoh lintas agama untuk bersama-sama mencari cara menangani kondisi bangsa yang sedang tidak menentu," ujar Nyoman.
Ia menjelaskan, gerakan yang dilakukan berangkat dari keyakinan bahwa manusia harus terus "bergerak" dan membangun jiwanya terlebih dahulu sebelum membangun fisik dan negaranya.
"Bangun jiwa, baru bangun badannya. Jiwa itu ditentukan oleh keyakinan dan cita-cita hidup. Orang itu harus yakin apa yang menjadi cita-citanya, keyakinan hidupnya, dan mimpinya, semua ini mereka bisa dapatkan dari para pahlawan yang sudah mendahului kita," tambahnya.
Menurut Nyomam, pahlawan ingin melihat bangsa ini merdeka. Yakni merdeka dari penindasan kolonialisme dan imperialisme. "Jadi betul-betul mandiri, makanya beliau mendirikan namanya Persatuan Cinta Tanah Air Indonesia," imbuhnya.
Menurut Nyoman, organisasi yang dibangun merupakan organisasi persaudaraan kebangsaan yang independen dan tidak berafiliasi dengan partai politik.
Meski demikian, organisasi ini tetap berkomitmen untuk mendukung dan mematuhi peraturan serta undang-undang pemerintah.
"Apa pun yang beliau buat harus membantu pemerintah. Kita sudah merdeka, tapi masih banyak rakyat yang merasaa memiliki negeri ini yang belum benar-benar menikmati dan mensyukuri kemerdekaan ini," jelasnya.
Lebih lanjut, Nyoman menekankan pentingnya menumbuhkan rasa cinta Tanah Air, terutama di kalangan generasi muda dan para santri.
"Itulah yang beliau (Mu'ti) ajarkan selalu, setiap santri harus diajarkan mencintai Tanah Air-nya. Dengan cinta Tanah Air, akan muncul semangat membangun bangsa, semangat peduli Indonesia. Makanya beliau mengatakan bahwa suatu negara yang kalua rakyatnya tidak mencitai Tanah Air-nya, melupakan sejarah bangsanya, dan melupakan pahlawan, maka bangsa itu akan mudah roboh," tegasnya.
Dia juga mengingatkan tentang bahaya globalisasi dan degradasi moral yang bisa menggerus jati diri bangsa.
"Sekarang yang mengerikan adalah akhlak bangsa. Rasa cinta Tanah Air mulai luntur. Globalisasi dan kepentingan asing perlahan memisahkan bangsa ini. Kalau dibiarkan, kita bisa kehilangan arah dan mudah diadu domba," ungkapnya.
Nyoman berpesan agar generasi muda mengambil peran sebagai penerus cita-cita para pahlawan.
"Banyak artefak dan catatan sejarah kita sudah berada di luar negeri. Generasi muda harus menjadi tonggak estafet perjuangan, menjaga dan melanjutkan cita-cita para pendahulu untuk Indonesia yang merdeka dan berdaulat," sambung Nyoman.
Ketua Umum Persaudaraan Cinta Tanah Air Indonesia (PCTA Indonesia), I Dewa Nyoman S. Hartana dalam
Dalam momentum peringatan Hari Pahlawan, dia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk kembali memperkuat rasa cinta Tanah Air melalui pendidikan, ketahanan pangan, dan energi nasional.
Menurut Nyoman, situasi geopolitik dunia saat ini menimbulkan kekhawatiran terhadap arah kebijakan global yang dapat berdampak pada posisi Indonesia di kancah internasional.
"Geopolitik hari ini sangat berbahaya. Kalau sampai terjadi perang dunia ketiga, bisa jadi perang nuklir, dan itu berarti rakyat dunia bisa habis, pangan habis, energi habis," ujarnya.
Dia mengapresiasi langkah pemerintah dalam memperkuat ketahanan pangan nasional yang dinilainya sebagai langkah strategis menghadapi kemungkinan krisis global.
"Kami sangat senang melihat presiden kita fokus pada ketahanan pangan. Ini luar biasa, karena kalau sampai terjadi perang dunia, hanya negara yang siap pangan dan energi yang bisa bertahan," tambahnya.
Selain itu, Nyoman menyoroti masih maraknya praktik korupsi dan menurunnya semangat nasionalisme di kalangan generasi muda. Dia menilai, kedua hal tersebut dapat menggerus nilai-nilai perjuangan yang diwariskan para pahlawan.
"Pendidikan menjadi kunci utama. Kalau rakyat sudah pintar, tidak mungkin bisa dibodohi. Karena itu, pendidikan harus dimajukan. Dari sana kita bisa membangun kesadaran, cinta tanah air, dan tanggung jawab terhadap bangsa," tegasnya.
Nyoman juga mengajak masyarakat untuk tidak mudah terpengaruh oleh pihak-pihak yang ingin melemahkan Indonesia. Dia menekankan pentingnya membangun solidaritas dan menanamkan nilai-nilai luhur kepada generasi penerus.
"Kita harus isi hati dan nurani rakyat dengan hal-hal baik, dengan rasa cinta tanah air. Kalau mereka cinta negaranya, mereka pasti peduli dan mau berjuang bersama," tukas Nyoman.
Saksikan selengkapnya inspirasi perjuangan dan nilai kepahlawanan dalam program "Abraham" edisi spesial Hari Pahlawan: "Menjaga Api Pahlawan" melalui video di bawah ini.
Program "Abraham" tayang setiap Senin hanya di Nusantara TV mulai pukul 20.00 WIB.
Sejarawan Erwien Kusuma dalam program