MenPPPA Dorong Kolaborasi Nasional Lindungi Anak dari Risiko Kerusuhan

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 5 Nov 2025, 20:15
thumbnail-author
Naurah Faticha
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. ANTARA/HO-KemenPPPA Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Fauzi. ANTARA/HO-KemenPPPA (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta – Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (MenPPPA) Arifah Fauzi menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor dalam melindungi anak-anak dari risiko keterlibatan dalam kerusuhan maupun aksi unjuk rasa.

Dalam keterangannya di Jakarta, Rabu, 5 November 2025, Menteri Arifah menekankan perlunya pendekatan menyeluruh yang mencakup penguatan literasi digital, pemberdayaan peran keluarga, penyediaan ruang ekspresi positif bagi remaja, serta kerja sama antarlembaga untuk membangun sistem perlindungan anak yang berkelanjutan.

“Setiap anak tanpa terkecuali, berhak mendapatkan perlindungan, pembinaan, dan pendampingan yang layak,” ujar Arifah dalam diskusi kelompok terpumpun bertajuk Penanganan Anak yang Terlibat Kerusuhan Saat Aksi Demonstrasi di Jakarta.

Menurut dia, perlindungan anak tidak bisa dilakukan secara parsial, melainkan memerlukan koordinasi kuat antar-kementerian dan lembaga agar upaya pencegahan berjalan efektif.

Baca Juga: Sinergi PNM dan KemenPPPA Kuatkan Perlindungan Hak Perempuan dan Anak

Arifah mengungkapkan, pihaknya telah mengunjungi beberapa daerah seperti Cirebon dan Surabaya, di mana keterlibatan anak dalam demonstrasi relatif tinggi. Sebagian besar anak yang terlibat berusia SMP dan SMA.

“Ketika saya berdialog dengan anak-anak ini, rata-rata mereka tidak tahu bahwa demonstrasi itu akan menjadi anarkis. Mereka hanya ingin tahu demonstrasi itu seperti apa karena ajakan dari teman-temannya dan ajakan dari media sosial,” tutur Arifah.

Ia menjelaskan, penanganan terhadap anak-anak yang terlibat dilakukan melalui koordinasi antara KemenPPPA, pemerintah daerah, serta Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) di berbagai wilayah.

Pendampingan yang diberikan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan setiap anak, meliputi psikoedukasi tentang penyampaian aspirasi secara positif, pemulangan anak ke keluarga, serta layanan konseling lanjutan bila diperlukan.

“Pendampingan ini mencakup psikoedukasi mengenai penyampaian aspirasi secara positif, mendampingi proses pemulangan anak kepada keluarga masing-masing, serta penyediaan layanan konseling lanjutan jika diperlukan,” ujarnya.

Baca Juga: KemenPPPA Bersama Pemda Tangani Anak Korban Perundungan di Sumsel

Selain itu, proses diversi dan pemenuhan hak pendidikan bagi anak yang sedang menjalani proses hukum maupun yang putus sekolah juga terus dilakukan.

Sementara itu, Wakil Kepala Bareskrim Polri Irjen Pol Nunung Syaifuddin mengungkapkan bahwa berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana PPA dan Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO), terdapat 332 anak yang terlibat dalam kasus kerusuhan di 11 polda di Indonesia.
Kasus tertinggi tercatat di Jawa Timur (144 anak), disusul Jawa Tengah (77 anak), dan Jawa Barat (34 anak). Sisanya berasal dari Yogyakarta, NTB, Lampung, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, Bali, dan Sumatera Selatan.

Dari total tersebut, 160 anak telah menjalani diversi, 37 anak ditangani dengan pendekatan restorative justice, 28 anak berada pada tahap pemberkasan I, 73 anak pada tahap II, dan 34 anak telah P21.

“FGD ini menjadi momentum yang penting untuk menyatukan langkah kita, membangun peta jalan nasional dalam penanganan anak yang berhadapan dengan hukum dengan semangat melindungi tanpa melemahkan penegak hukum, menegakkan hukum tanpa mengabaikan sisi kemanusiaan,” ujar Nunung.

Ia berharap forum tersebut dapat melahirkan rumusan kebijakan lintas sektoral untuk penanganan anak bermasalah hukum yang terlibat dalam aksi sosial maupun demonstrasi.

(Sumber: Antara) 

x|close