Presiden Brasil Lula Kecam PBB dan Sindir Trump Soal Genosida di Gaza

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 27 Okt 2025, 06:25
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva Presiden Brasil Luiz Inacio Lula da Silva (Al Jazeera)

Ntvnews.id, Kuala Lumpur - Presiden Brasil, Luiz Inacio Lula da Silva, melontarkan kritik keras terhadap Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) serta lembaga-lembaga multilateral lainnya yang dinilainya “tidak lagi berfungsi” dan gagal melindungi korban perang di Gaza.

Dilansir dari AFP, Senin, 27 Oktober 2025, pernyataan tersebut disampaikan Lula da Silva saat berada di Malaysia setelah melakukan pertemuan dengan Perdana Menteri Anwar Ibrahim, menjelang pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN.

"Siapa yang bisa menerima genosida yang telah berlangsung begitu lama di Jalur Gaza?" kata Lula da Silva kepada wartawan di Putrajaya usai pertemuan bilateral yang bertujuan memperkuat hubungan antara Brasil dan Malaysia.

Ia menegaskan bahwa sistem multilateral yang dibentuk untuk mencegah tragedi kemanusiaan semacam itu kini sudah kehilangan efektivitasnya.

"Lembaga-lembaga multilateral yang dibentuk untuk mencegah hal-hal itu terjadi telah berhenti berfungsi. Hari ini, Dewan Keamanan PBB dan PBB tidak lagi berfungsi," kritiknya.

Baca Juga: Ratusan Tokoh Yahudi Dunia Desak PBB dan Pemimpin Global Jatuhkan Sanksi ke Israel

Selain itu, Lula da Silva juga menyampaikan sindiran halus kepada Presiden Amerika Serikat Donald Trump, yang dijadwalkan hadir dalam KTT ASEAN di Kuala Lumpur. Kedua pemimpin tersebut berpotensi bertemu di sela-sela agenda KTT.

"Bagi seorang pemimpin, berjalan dengan kepala tegak lebih penting daripada Hadiah Nobel," ucapnya.

Trump diketahui berangkat menuju Asia pada Jumat, 24 Oktober 2025 malam waktu setempat. Ia dijadwalkan mengunjungi Malaysia, Jepang, dan Korea Selatan. Selain menghadiri KTT ASEAN, Trump juga akan mengikuti KTT APEC di Seoul serta mengadakan pertemuan penting dengan Presiden China Xi Jinping di sela-sela forum tersebut.

Sejak kembali menjabat sebagai Presiden AS pada Januari lalu untuk masa jabatan keduanya, Trump kerap mengklaim dirinya layak menerima Nobel Perdamaian atas kontribusinya dalam penyelesaian berbagai konflik dunia. Namun, banyak pengamat menilai klaim tersebut terlalu dilebih-lebihkan.

Baca Juga: Sekjen PBB Sampaikan Surat ke Trump Bahas Kerja Sama Damai Gaza

Ketika Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Nobel Perdamaian tahun ini kepada pemimpin oposisi Venezuela, Maria Corina Machado, Gedung Putih bahkan sempat melontarkan kritik terhadap keputusan tersebut.

Hubungan antara Lula da Silva dan Trump sempat memanas akibat perbedaan pandangan terkait proses hukum terhadap mantan Presiden Brasil Jair Bolsonaro sekutu dekat Trump. Namun belakangan, keduanya mulai berusaha memperbaiki hubungan diplomatik.

Trump sebelumnya memberlakukan tarif sebesar 50 persen terhadap berbagai produk asal Brasil dan menjatuhkan sanksi kepada sejumlah pejabat tinggi Brasilia, termasuk seorang hakim Mahkamah Agung. Langkah itu disebutnya sebagai respons terhadap apa yang ia sebut “perburuan penyihir” terhadap Bolsonaro.

Pada September lalu, Mahkamah Agung Brasil menjatuhkan hukuman 27 tahun penjara kepada Bolsonaro atas perannya dalam upaya kudeta yang gagal setelah kekalahannya dari Lula da Silva pada pemilihan presiden tahun 2022.

x|close