Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Bupati Pati, Jawa Tengah, Sudewo, untuk mendalami dugaan adanya biaya proyek dalam perkara suap pembangunan serta pemeliharaan jalur kereta api di lingkungan Direktorat Jenderal Perkeretaapian (DJKA) Kementerian Perhubungan.
“Saksi didalami pengetahuannya terkait pengaturan lelang dan dugaan adanya fee (biaya) proyek,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, di Jakarta, Senin.
Usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi, Sudewo menegaskan tidak ada pengembalian uang yang diminta KPK dalam agenda kali ini.
“Saya dimintai keterangan terkait dengan kereta api. Enggak ada pengembalian uang,” ujarnya.
Sudewo sebelumnya juga pernah dimintai keterangan dalam kapasitas sebagai mantan anggota DPR RI pada 27 Agustus 2025. Namanya bahkan sempat disebut dalam persidangan kasus ini dengan terdakwa Kepala Balai Teknik Perkeretaapian (BTP) Jawa Bagian Tengah, Putu Sumarjaya, dan pejabat pembuat komitmen Bernard Hasibuan di Pengadilan Tipikor Semarang pada 9 November 2023.
Dalam sidang itu, jaksa KPK menampilkan barang bukti berupa foto uang tunai dalam pecahan rupiah dan mata uang asing senilai sekitar Rp3 miliar yang disebut berasal dari rumah Sudewo. Namun, ia membantah tudingan tersebut.
Ia juga membantah pernah menerima Rp720 juta dari pegawai PT Istana Putra Agung maupun Rp500 juta dari Bernard Hasibuan yang diserahkan melalui stafnya, Nur Widayat.
Baca Juga: KPK Periksa Lagi Bupati Pati Sudewo dalam Kasus Suap Proyek DJKA
Kasus dugaan korupsi ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada 11 April 2023 di Balai Teknik Perkeretaapian Kelas I Jawa Bagian Tengah DJKA Kemenhub, yang kini telah berubah nama menjadi BTP Kelas I Semarang.
Sejak awal pengusutan, KPK sudah menetapkan 10 tersangka dan melakukan penahanan. Jumlah itu kemudian bertambah menjadi 14 orang hingga November 2024, termasuk dua korporasi yang juga dijadikan tersangka. Terbaru, pada 12 Agustus 2025, KPK menetapkan tersangka ke-15, yakni ASN Kemenhub bernama Risna Sutriyanto (RS).
Dugaan tindak pidana korupsi ini terkait dengan sejumlah proyek, antara lain pembangunan jalur ganda Solo Balapan–Kadipiro–Kalioso, pembangunan jalur kereta api di Makassar, empat proyek konstruksi jalur kereta dan dua proyek supervisi di Lampegan, Cianjur, serta proyek perbaikan perlintasan sebidang di Jawa dan Sumatera.
Dalam proyek-proyek tersebut, diduga terjadi praktik pengaturan sejak tahap administrasi hingga penentuan pemenang tender oleh pihak-pihak tertentu.
(Sumber: Antara)